Oleh: Suci Hati, S.M
(Aktivis Dakwah Tinggal di Medan)
MENURUT Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, pemerintah berupaya mempersiapkan riset dalam negeri untuk meningkatkan kandungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) agar dapat memproduksi laptop Merah Putih.
Pemerintah menganggarkan Rp 17,42 triliun untuk belanja produk Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada bidang pendidikan sepanjang 2021 hingga 2024. Dana itu nantinya dibelanjakan laptop, access point, konektor, LCD proyektor, layar proyektor, dan speaker aktif.
Pengadaan barang tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan produksi dalam negeri yang dianggap sangat penting dilakukan guna mengurangi ketergantungan Indonesia akan barang impor, khususnya pada produk TIK.
Sementara itu, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan, khusus untuk pengadaan laptop dalam program digitalisasi sekolah jenjang PAUD, SD, SMP, dan SMA akan disediakan 190.000 laptop ke 12.000 sekolah. (tribunnews.com, 23/07/2021).
Kalau dilihat, seberapa urgensinya pengadaan laptop di masa pandemi? Lagi-lagi narasi berujung investasi. Memang pengadaan TIK menjadi hal yang dibutuhkan pada pendidikan dan juga sudah keharusan negara dalam menjamin kemudahan dari segi pendidikan bagi rakyatnya namun perlu dicermati dana yang akan dikeluarkan sebesar Rp 17 triliun lebih bukanlah sedikit. Sehingga tidak tepat bila narasi tersebut dijalankan pada saat genting seperti ini.
Mengapa pemerintah tidak mengalihkan alokasi anggarannya untuk bansos atau kesediaan medis? Padahal dikondisi seperti ini rakyat sangat membutuhkan bantuan dan perhatian khusus dari negara untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok dan kesehatan rakyatnya. Yang selama ini bantuan-bantuan yang diberikan hanya seadanya dan tidak merata malah sering terjadi politisasi.
Mengapa dana tersebut tidak dialokasi untuk fokus mengatasi pandemi? Melihat kondisi Indonesia yang saat ini tengah kritis akibat darurat Covid-19 yang tak kunjung usai penanganannya, bahkan di prediksi Indonesia akan menjadi negara terakhir di dunia yang keluar dari krisis wabah Covid-19, apabila tidak ada kebijakan strategis nasional luar biasa dan berkonsentrasi pada pemulihan kesehatan (suara.com). Akibatnya selama satu setengah tahun ini, angka kematian terus meningkat setiap harinya.
Berbagai upaya sudah dilakukan namun pandemi tak kunjung usai, mulai dari PSBB hingga PPKM namun kebijakan ini tak kunjung menekan angka kematian bahkan terus melonjak setiap harinya. Apakah ini akibat kebijakan pemerintah yang plin-plan atau masyarakat yang sudah kehilangan kepercayaan? Sebab tanggung jawab dan perhatian pemerintah yang tak sepenuhnya diberikan pada rakyat seperti masyarakat yang di perintah untuk mentaati kebijakan namun tidak dijamin kehidupan ekonominya.
Rakyat seperti anak yatim yang tidak memiliki pelindung bayangkan banyak dari keluarga mereka yang meninggal, anak kelilangan orang tua, orantua kehilangan anak disebabkan wabah semakin menyebar tak terkendali. Sakit sekali bukan? Rakyat sedang sakit parah namun pemimipinnya mengabaikan tanggung jawabnya sementara rakyat dibiarkan mandiri menanggung wabah ini tanpa solusi tuntas. Malah membiarkan TKA masuk ke negeri ini.
Faktanya disistem kapitalis pemerintah berkepihak kepada para pemilik modal dari pada rakyatnya. Maka tidak heran bila investasi ini menjadi angin segar bagi para investor untuk membuat industri dalam negeri. Rakyat sudah semakin sadar bahwa sistem kapitalis sekuler hanya mendahulukan materi diatas nyawa rakyatnya.
Inilah buruknya sistem yang mampu membentuk para pemimpin yang ambisi akan dunia dan kekuasaan implementasi hanya mengejar keuntungan dari pada kemaslahatan rakyatnya sehingga kurang upaya serius dalam menangani wabah.
Bahkan lebih memprioritaskan ekonomi daripada nyawa rakyatnya. Padahal apabila masalah pandemi ini serius ditangani, dampak ekonomi tidak akan sedarurat ini. Lihatlah akibatnya nyawa rakyat tidak menjadi prioritas maka ekonomi pun jadi semakin terkuras alias tekor. Sebab pengabaian negara terhadap urusan rakyat ini sudah menjadi kekhasan di sistem kapitalis yang bertindak hanya sebagai regulator.
Berbeda dengan Islam yang memposisikan pemimpin sebagai periayah (pengurus) rakyat. Maka negara akan bertanggung jawab penuh terhadap regulasi yang berkaitan dengan urusan dan kebutuhan rakyatnya. Sehingga ketika terjadi wabah pada suatu negeri seorang khalifah langsung melakukan lockdown atau mengkarantina pada wilayah yang tekena wabah.
Rasulullah Muhammad Saw pernah bersabda, “Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika wabah terjadi di tempat kalian berada, jangan tinggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari)
Hal ini pernah terjadi 14 abad yang lalu pada masa khalifah Umar bin Khaththab pernah terjadi wabah Thaun khalifah dengan cepat melakukan tindakan lockdown suatu cara syariat Islam mengajarkan dalam memutus rantai penularan sebab keselamatan nyawa manusia yang harus menjadi prioritas utama.
Di saat itu pula khalifah akan segera mengalokasikan anggaran sebab nyawa manusia lebih berharga disisi Allah. Dan khalifah Umar dengan segenap upaya untuk melibatkan para pejabat negara untuk memberi sumbangsih terhadap masyarakat yang terkena wabah dalam pemenuhan kebutuhannya.
Khalifah juga mengirimkan bantuan yang datang dari beberapa daerah, serta menghentikan hukuman bagi kasus pencurian pada masa krisis, Khalifah umar dalam menghadapi krisis ekonomi beliau menahan diri untuk meminum susu yang hanya makan roti dan minyak menjadi contoh tanggung jawab seorang pemimpin terhadap rakyat yang tidak ingin dirinya lebih kenyang sementara rakyatnya kelaparan.
Hal ini dilakukan semata-mata untuk fokus mengutamakan kepentingan rakyatnya diatas dirinya. Seperti inilah mekanisme Islam dalam mengahadapi wabah dengan segenap upaya menyembuhkan rakyat yang sakit hingga sembuh dengan memberikan pelayanan kesehatan yang memadai dan sungguh-sungguh.
Maka jauh berbeda ketika Islam tidak diterapkan oleh karena itu dengan kembali kepada aturan Islam kaffah yang mampu mengatur kehidupan manusia menjadi rahmat bagi seluruh Alam dan wabah hanya akan hilang bila seluruh pemimpin dan rakyatnya mau menyambil solusi dari Islam sebagai wujud ketakwaan kepada Allah serta menjadikan Islam sebagai aturan hidulp. Wallahu a’lam bish-shawab.
Catatan: isi di luar tanggung jawab redaksi