SUMBER, fajarsatu – Pemerintah Kabupaten Cirebon mengajukan perubahan Peraturan Daerah (perda) tentang Pengolahan Sampah. Perubahan tersebut untuk menggantikan Perda nomor 7 tahun 2012.
Wakil Bupati Cirebon, Wahyu Tjiptaningsih mengatakan, perubahan tersebut perlu dilakukan karena permasalahan sampah bukan sesuatu yang mudah. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, volume sampah pasti meningkat.
“Penanganan sampah perlu kepastian hukum dan kesiapan pemerintah serta masyarakat. Sehingga nantinya perda tersebut bisa dijalankan secara efektif dan efesien,” kata wakil bupati saat menghadiri rapat paripurna pemandangan umum fraksi terhadap raperda di Kantor DPRD Kabupaten Cirebon, Kamis (5/8/2021).
Beberapa poin yang harus diubah dalam pasal perda tersebut yakni tentang tempat pembuangan akhir (TPA) dan teknis pengaturan retribusi.
Sebelumnya, Bupati Cirebon mengusulkan raperda tentang Rencana Pembangunan Pariwisata Kabupaten Cirebon tahun 2021-2036. Menurut bupati potensi wisata yang ada di Kabupaten Cirebon sangatlah banyak.
“Kami memberikan suatu konsep tentang pariwisata yang ada di Kabupaten Cirebon akan tetapi ini terkendala dengan aturan. Sehingga kita ajukan ke DPRD supaya dikaji. Karena kita tahu potensi wisata sangat banyak,” kata Bupati Imron.
Imron menjelaskan, dengan adanya aturan yang jelas dalam hal ini peraturan daerah (perda), pihaknya meyakini pariwisata di Kabupaten Cirebon akan berkembang dengan baik.
“Ini usulan dari kami, langkah untuk memajukan pariwisata tahun 2021-2036 bisa terwujud. Karena pariwisata akan bisa melestarikan nilai-nilai budaya meningkatkan ekonomi dan juga mengetahui tentang Cirebon itu sendiri,” katanya.
Perwakilan Fraksi Nasdem DPRD Kabupaten Cirebon Munawir mengatakan, sektor pariwisata mempunyai peran cukup strategis untuk membangun perekonomian dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
“Berkembangnya sektor pariwisata mampu menyerap tenaga kerja. Namun, pembangunan pariwisata harus dilakukan secara berkelanjutan,” katanya.
Ia mengatakan, pembangunan sektor wisata harus menarik minat wisatawan dan melibatkan masyarakat setempat. Hal ini untuk menciptakan one village one destination.
“Harus berbasis kepada masyarakat, sehingga nanti disesuaikan dengan kondisi yang ada,” katanya. (abr)