Oleh: Syamsudin Kadir
(Penulis Buku Kalo Cinta, Nikah Aja)
ALHAMDULILLAH pada Rabu 5 Januari 2022 lalu saya mendapat kesempatan untuk menghadiri acara Seminar Literasi yang diselenggarakan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Majalengka-Jawa Barat.
Acara ini diselenggarakan di Auditoriun Lantai 2 Gedung Perpustakaan Daerah Majalengka yang baru diresmikan pada Selasa 4 Januari 2022 dan beralamat di Jl. KH. Abdul Halim Nomor 113, Majalengka.
Pada acara yang bertema “Kolaborasi Menuju Kabupaten Literasi Mewujudkan Majalengka Raharja” ini Iwan Dirwan, selaku Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten didaulat menjadi narasumber pengantar. Bang Iwan, demikian akrab saya menyapanya, menyampaikan beberapa poin penting sebagai strategi menyukseskan gerakan literasi di Majalengka kini dan ke depan.
Pertama, Penguatan literasi. Ini adalah kunci pencerdasan sebagai jalan menuju kemajuan. Iklim membaca perlu dibangun di berbagai sektor dan lintas elemen. Sebab itulah yang menentukan kemajuan sebuah bangsa, termasuk daerah. “Kemajuan sebuah daerah sangat ditentukan oleh semangat berliterasi warganya”, tegas Kadis yang akrab dengan berbagai kalangan ini.
Kedua, Sedekah buku. Untuk menyukseskan agenda ini kita perlu mengajak siapapun untuk menyumbangkan bukunya untuk perpustakaan. Kita juga perlu mengajak para menulis untuk berkontribusi, minimal menyumbangkan buku-bukunya yang bisa dimanfaatkan untuk kemajuan perpustakaan dan gerakan literasi. Tapi kuncinya adalah menjaga dan merawat buku dengan baik. “Buku itu barang mewah. Dari buku akan melahirkan berbagai profesi. Maka jagalah buku dengan sebaik-baiknya!”, tegasnya.
Ketiga, Membangun kolaborasi. Literasi akan berjalan manakala melibatkan banyak kalangan. Karena itu, kita mesti bekerjasama dengan elemen apapun untuk mengambil bagian dalam menggeliatkan literasi. Pemerintah dan swasta perlu berkolaborasi dengan baik, begitu juga para pendidik, pemerintah di level desa pun perlu berperan. “Ini era kolaborasi sebagai penentu segalanya. Kita mesti matangkan gerakan ini, sehingga benar-benar terlaksana dengan baik”, lanjutnya.
Keempat, Membangun kemitraan. Yaitu membangun mitra dengan berbagai elemen. Pemerintah sebagai penentu kebijakan perlu menjadikan ini sebagai fokus bersama. Berbagai dinas dan struktur pemerintah sampai level bawah seperti desa pun sangat penting untuk berperan dan berkontribusi. “Kita memastikan bermitra dengan berbagai elemen. Membangun kemitraan inilah yang akan memudahkan gerakan literasi semakin sukses dan menghasilkan dampak baik juga luas”, tegasnya.
Kelima, Meningkatkan kualitas bacaan. Hal ini bisa dilakukan dengan membangun komunikasi dan kerjasama dengan penerbit, perpustakaan juga penulis buku. Buku-buku baru yang bertema lama atau kekinian bakal sama-sama dihargai sebagai karya literasi. Karena itu, apapun kondisi bukunya, kita tetap punya kewajiban untuk menjaga dan merawat buku. “Buku apapun selama bisa dibaca, kita mesti menjaganya, juga merawatnya. Termasuk melengkapi perpustakaan kita ini”, lanjutnya.
Keenam, Membangun role model. Role model itu semacam model atau duta literasi. Selama ini duta literasi hanya melibatkan mereka yang sehari-hari bersama buku, penulis bahkan artis. Padahal model literasi mesti setiap orang. Ya, kita semua adalah role model literasi yang sesungguhnya. Karena itu, kita semua perlu “memaksa” diri agar mengambil bagian dalam membangun budaya atau gerakan literasi. “Hal ini nanti akan melibatkan berbagai elemen sebagai agen literasi. Para pejabat, tokoh masyarakat, akademisi, penulis dan siapapun perlu dilibatkan. Mereka adalah duta literasi. Termasuk kita semua”, tegas lulusan kampus negeri di Bandung ini.
Membangun gerakan literasi adalah membangun masa depan. Penggiatnya adalah penentu masa depan. Perpustakaan merupakan kunci majunya peradaban. Maka keterlibatan kita dalam membangun literasi adalah upaya untuk membangun peradaban masa depan bangsa kita. Kuncinya adalah perpustakaan. Ia mesti dikelola dengan baik. Buku-bukunya pun harus banyak dan berkualitas. “Perpustakaan itu seperti air bening yang mengalir dari berbagai tempat menuju banyak tempat”, lanjutnya.
Ke depan, kita perlu secara serius melakukan pembenahan dalam menggerakkan literasi termasuk menata perpustakaan. Kita mesti menghidupkan perpustakaan agar nyaman bagi siapapun, termasuk bagi anak-anak. Mereka adalah generasi penentu masa depan bangsa kita. Karena itu semangat berliterasi perlu ditularkan kepada mereka juga. “Vaksin literasi mesti terus digiatkan. Bahkan dalam konteks moral, kita perlu juga membangun semangat anti korupsi sejak dini”, tegasnya dengan semangat.
‘Ala kulli hal, acara semacam ini merupakan acara yang sangat penting bagi masa depan bangsa. Bukan saja tentang literasi tapi juga tentang batu-bata dan sejarah masa depan Majalengka bahkan bangsa ini. Kecerdasan elemen bangsa terutama kalangan muda perlu menjadi prioritas kita ke depan. Literasi bukan saja tentang baca atau tulis, tapi tentang kreativitas, inovasi, komunikasi, kolaborasi dan karakter atau mental.
Artinya, tradisi baca mesti memberi dampak pada produktifitas kita dalam memanfaatkan berbagai momentum untuk berkarya dengan karya terbaik. Itu paling tidak inspirasi yang saya dapatkan dari kegiatan literasi Majalengka kali ini. Semoga bermanfaat dan menggerakkan kita semua! (*)