Oleh: H. Daddy Rohanady
(Anggota DPRD Provinsi Jabar dan Anggota Pansus LKPJ TA 2021)
BANYAK penghargaan diraih Pemerintah Provinsi Jawa Barat sepanjang tahun 2021. Sebanyak 122 penghargaan diperoleh dari berbagai pihak. Sebanyak 5 penghargaan merupakan penghargaan internasional, 89 diberikan oleh Pemerintah Pusat, dan 28 penghargaan dari lembaga non-pemerintah.
Semua itu diraih Pemprov Jabar sepanjang 2021, kurun waktu yang dikungkung pandemi Covid-19. Tidak mudah sebenarnya mewujudkan prestasi dalam situasi seperti itu.
Namun, penghargaan bukanlah satu-satunya ukuran. Masih ada beberapa tolok ukur lain yang harus diperhatikan. Target-target yang sudah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tentu tidak dapat dilepaskan begitu saja dari ukuran ketika menilai sebuah Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ).
Melihat capaian-capaian yang terealisasi selama 2021 tentu membutuhkan pencermatan lebih lanjut. Pembandingnya tentu dengan RPJMD yang telah diurevisi dan dituangkan dalam Perda Jabar Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2018-2023.
Melihat target-target yang tertera dalam RPJMD, misalnya mitra kerja Komisi IV Bidang Pembangunan, ada 26 indikator kinerja utama (IKU). Dari keseluruhan IKU tersebut, sebanyak 16 IKU tercapai/terlampaui dan 8 IKU tidak tercapai. Itu berarti, IKU yang tercapai selama tahun 2021 adalah sebesar 69,23 persen.
Apalagi jika kita melihat persentase angka kemiskinan dan tingkat pengangguran terbuka. pada tahun 2021 masyarakat Jabar yang masih tergolong miskin adalah 7,97 persen dan tingkat pengangguran terbuka adalah 9,82 persen.
Itu menunjukkan bahwa hampir 4 juta masyarakat Jabar masih tergolong miskin. Padahal, sejatinya pembangunan yang dikatakan berhasil adalah pembangunan yang menyejahterakan rakyat.
Penghargaan memang menunjukkan apresiasi yang diberikan atas sebuah prestasi. Akan tetapi, di sisi lain, kita juga tidak boleh menutup mata atas fakta empiris di lapangan.
Ada satu hal yang harus menjadi perhatian serius dari Pemprov Jabar. Dalam suratnya Nomor B-38/KSN/SWP/KK.04.01/02/2022 tanggal 25 Februri 2021, Sekretariat Negara memasukkan Jabar dalam 25 provinsi yang termasuk kategori daerah dengan kemiskinan ekstrem.
Dari 27 kabupaten/kota di Jabar, sebanyak 17 di antaranya masuk kelompok ini. Ada 4 kota dan 13 kabupaten yang masih harus berbenah diri.
Melalui surat tersebut, Pemerintah Pusat bahkan meminta agar pada tahun 2022, semua kementerian/lembaga melakukan prioritas penghapusan kemiskinan ekstrem. Dalam pelaksanaannya pada tahun 2022 semua pihak diminta fokus pada tiga hal.
Pertama, melakukan intervensi program secara konvergen dengan memperhatikan lokus wilayah prioritas kantong kemiskinan dan kelompok sasaran masyarakat yang miskin ekstrem.
Kedua, memfokuskan intervensi wilayah prioritas tahun 2022 pada 212 kabupaten/kota di 25 provinsi, termasuk di dalamnya melanjutkan lokus prioritas tahun 2021 di 35 kabupaten pada 7 provinsi.
Ketiga, memastikan efektivitas berbagai program didasarkan pada 3 strategi, yaitu pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, dan penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan.
Berdasarkan hal itu, sudah semestinya kabupaten/kota yang disebutkan akan mendapat skala prioritas. Bukankah indeks pembangunan manusia (IPM) Provinsi merupakan IPM kumulatif dari raihan IPM kabupaten/kota? Karena APBD Tahun 2022 sudah dalam tahap pelaksanaan, semoga saja semua memang sudah mengarah ke sasaran seperti itu.
Pekerjaan rumah berikutnya adalah menjaga konsistensi prioritas pada APBD Perubahan Tahun 2022 dan APBD Tahun 2023. Semoga covid-19 segera berlalu dan tahun 2022 merupakan langkah pembebas Jabar dari kemiskinan ekstrem. (*)