Oleh: Syamsudin Kadir
(Penulis Buku Membaca Politik Dari Titik Nol)
SEBUAH ungkapan bijak selalu terngiang dalam benak kita dan selalu mengingatkan kita, “Majulah tanpa menyingkirkan orang lain. Naiklah tinggi tanpa menjatuhkan orang lain. Berbahagialah tanpa menyakiti orang lain.”
Ungkapan tersebut sangat relevan kita baca dan renungi berulang-ulang di era ini, era menjelang pemilihan umum (Pemilu) baik pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) 14 Februari 2024 dan Pilkada Serentak Nasional 27 November 2024 mendatang.
Terutama lagi, biasanya pada momentum Pemilu dan Pilkada, perbedaan pendapat dan selera politik kerap dijadikan biang untuk saling menegasikan bahkan saling menjatuhkan antar sesama warga negara.
Praktik dan perspektif politik yang sempit memang kerap menjadi penyakit yang mewabah banyak orang. Saling menyingkirkan dan menjatuhkan bagai obat penyakit yang menyembuhkan : diminum berkali-kali, padahal itu adalah racun berbahaya dan mematikan.
Saya sendiri memahami dan sangat percaya bahwa politik itu seni sekaligus ada seninya. Ada pola yang mesti dielaborasi secara apik sehingga aksi politik terlihat cantik dan apik. Perbedaan sebesar apapun, tak seberapa dan tak berarti apa-apa bila ada titik temu.
Bila ada upaya mau bertemu, membincang hal-hal yang pantas dibincangkan. Sehingga politik tak sekadar janji-janji dan saling sikat, tapi lebih produktif : menghasilkan ide segar, kreatif, inovatif dan agenda strategis yang kompromistis bagi pembangunan dan kemajuan bangsa.
Jadi, dalam konteks ini, jangan membenci atau mencintai politik secara berlebihan. Membenci atau mencinta politik terutama kepentingan politik seadanya dan seperlunya saja. Kalau belum apa-apa, tetiba langsung main kasar dan serang sana-sini, justru nantinya bakal memperpendek usia politik.
Bahkan ini yang sangat naif juga berbahaya : hanya akan menjadi sampah politik! Daripada mengurus hal-hal yang tak perlu alias tidak produktif, saya menyarankan kepada siapapun yang sedang atau mau terlibat dalam politik, silakan perkuat basis massa, jejaring, dan ekonomi agar tak terhina di tengah jalan. Tentu perlu perbanyak kerja sosial agar kelak dapat mengais berkah dari Tuhan (Allah).
Dan ini yang sangat penting : perbanyak senyuman sembari mengajak orang makan dan ngopi bareng di berbagai kesempatan dan tempat. Bukan untuk membeli suara, karena memang masyarakat Indonesia tak semurah itu, tapi sekadar menambah kepercayaan orang kalau “Anda” memang punya modal dan bisa akrab dengan semua orang, termasuk dengan mereka yang berbeda bahkan mereka yang kerap memusuhi aksi dan kehadiran Anda di ranah politik.
Pada mereka yang pernah gagal dalam kompetisi politik, baik Pilpres dan Pileg maupun Pilkada, kita doakan semoga kembali terlibat meraih kesuksesan dengan pola dan aksi lebih kreatif. Semantara untuk mereka yang sedang mencoba dan atau segera berkompetisi, kita doakan agar sukses meraih mimpi terbaik mereka di jalur politik.
Saya kira, itulah diantara sikap dan pilihan terbaik di saat dinamika politik terutama menjelang Pilpres, Pileg dan Pilkada Serentak Nasional yang kini auranya semakin hangat. Selebihnya, tak perlu mencaci dan menghina mereka yang berbeda selera dan latar belakang politik. Lakoni saja secara sadar, santai, dan penuh damai, sehingga mendapat dukungan masyarakat luas. Saya sendiri bukan politisi dan bukan kader atau pengurus partai politik apapun. Tapi saya tertarik sekaligus tergoda dengan dinamika politik dan ingin memastikan politik negeri ini berjalan di atas rel yang benar. Terutama bila dalam dinamika politik itu hadir anak-anak muda Indonesia bertalenta, saya semakin tertarik. Kehendak dan niat baik mereka untuk mengambil peran di jalur politik layak diapresiasi. Mereka layak menghiasi panggung politik sekaligus sejarah baru perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik.
Selamat berdinamika dan menempuh jalur politik bagi siapapun yang sedang dan akan berkompetisi di jalur politik yang segera menjelang. Tunaikan aksi politik dengan tulus, berani, berakal sehat, dan bertanggungjawab. Sebar visi-misi dan program strategis, lalu jadikan “mendengar” suara sekaligus selera publik atau masyarakat Indonesia sebagai rutinitas dan hobi. Hal ini mungkin terlihat sederhana dan sepele, tapi di banyak tempat justru hal ini menjadi kunci sekaligus modal kemenangan politik.
Ingat, politik itu seni sekaligus ada seninya. Kemampuan menjalankan aksi politik berbasis pada seni berpolitik itulah yang menambah kepercayaan masyarakat bahwa “Anda” memang layak didukung dan dimenangkan, karena “Anda” berkapasitas sebagai seorang pemimpin yang layak memimpin! (*)