Oleh: Prof. Dr. H. Sugianto, SH, MH
(Guru Besar Ilmu Hukum IAIN Syekh Nurjati Cirebon)
SAYA menyarankan kepada Prof, Aswanto, SH, MH sebaiknya tidak meninggalkan Mahkamah Konstitusi (MK), karena DPR RI dalam hal Ini Komisi III tidak konsisten dengan regulasi yang dibuatnya sebdiri.
Layaknya “Kau yang bentuk kau yang langgar”, bukankah Undang-Undang (UU) harus ditaati dan diimplementasikan, sehingga aturan yang dibuat harus dipahami oleh siapapun termasuk oleh pembentuk UU, yakni DPR dan Pemerintah.
DPR RI dalam hal ini Komisi III telah memberhentikan hakim Mahkamah Konstitusi dari jabatannya adalah cacat hukum dan keanggotaan sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi karena DPR telah melanggar Konstitusi UUD NRI 1945 Pasal 24 C
Dalam Pasal 24C Ayat 3 UUD 1945 ditegaskan bahwa sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan presiden, diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden. Terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh hakim konstitusi.
Walaupun Kedudukan Hakim MK yang berjumlah sembilan orang, hakim Mahkamah Konstitusi yang dari DPR RI, Prof. Aswanto, SH, MH sebagai Hakim MK RI yang dipilih dan diusulkan oleh DPR RI, namun tidak bisa DPR RI memberhentikan Hakim MK begitu saja dengan alasan tidak konsisten terhadap produk hukum yang dibentuk oleh DPR karena Hakim MK harus profesional, independensi dan negarawan. Hal tersebut perintah UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Pasal 23 Ayat 4 UU MK menyatakan bahwa pemberhentian hakim hanya bisa dilakukan dengan Keputusan Presiden atas usulan dari Ketua MK, bukan DPR RI.
Lembaga yang mengusulkan yaitu DPR, Presiden dan Mahkamah Agung tidak berhak memberhentikan hakim konstitusi.
Dalam UU No. 7 tahun 2020 atas perubahan terhadap UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 1 menyatakan, Hakim Konstitusi diberhentikan dengan hormat dengan alasan, yaitu :
- Meninggal Dunia
- Mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi,
- Telah berusia 70 tahun, Sakim jasmani dan Rohani sehingga 3 bulan berturut turut tidak dapat melaksanakan tugas sebagai Hakim Konstitusi.
Dari ketiga problema tersebut yang ditegaskan dalam Undang-undang Pasal 23 Ayat 1 menyatakan, bahwa Hakim Konstitusi Prof. Aswanto, SH, MH tidak ada klausul yang dilanggar. Artinya bukan Hakim Konstitusi Prof. Aswanto, SH, MH yang melanggar, ternyata sudah jelas Komisi III DPR RI yang melanggar Konstitusi dan Undang Undang tentang MK.
Di minta sebaiknya Prof. Aswanto, SH, MH tetap sebagai Hakim Konstitusi dan bersangkutan pensiun pada tahun 2029.
Hakim MK yang di usulkan oleh lembaga DPR RI tidak seharusnya menuruti keinginan pengusul karena Hakim Konstitusi bukan alat Politik DPR RI, walaupun diusulkan berdasarkan proses seleksi yang dilaksanakan oleh DPR RI.
Saya bahkan berani mengatakan, DPR RI seharusnya meminta maaf pada publik dan Mahkamah Konstitusi. (*)