Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Merawat Indonesia”
SELSA 13 Desember 2022, setelah Ashar, saya dan istri saya Eni Suhaeni serta ketiga anak kami: Azka Syakira, Bukhari Muhtadin dan Aisyah Humaira berkunjung ke sebuah destinasi wisata terbaru di kawasan Talun, Kabupaten Cirebon-Jawa Barat. Tempat ini diresmikan pada awal Desember lalu, sekitar sepekan lalu. Sebuah kawasan yang bukan saja membuat warga sekitar bangga pada Talun, bahkan warga dari berbagai tempat sudah berkunjung juga.
Rindoe Taloen adalah nama kawasan yang berada di samping jalan raya jalur selatan arah Cirebon-Kuningan ini. Mengawali kunjungan kali ini saya dan keluarga kecil langsung menyicipi beberapa makanan ringan dan minuman yang disuguhkan para pedagang yang difasilitasi oleh pemilik sekaligus pengelola tempat kebanggaan baru warga Talun juga Cirebon ini. Di sini memang disediakan berbagai macam makanan dan minuman, dari yang khas Cirebon sampai yang Korea. Pokoknya pengunjung benar-benar dimanja.
Tak lama setelah menikmati suguhan, menjelang senja saya menyempatkan untuk berbincang dengan Owner Rindoe Taloen, Andi Perdana Pane, akrab disapa Kang Andi. Pengusaha muda kelahiran 1979 dan asli Cirebon ini bercerita bahwa Rindoe Taloen merupakan wujud cintanya pada Cirebon dan warganya. Bahkan secara tegas ia mengatakan bahwa dirinya ingin mengangkat Talun dari berbagai sisinya. Dari seni, budaya, usaha, dan kreativitasnya, yang bermanfaat bagi warga sekitar. Para penggiat UMKM pun disediakan tempat untuk berusaha dan mengembangkan usahanya. Termasuk penggiat home industry, juga dilibatkan untuk meramaikan kawasan yang menyediakan permainan anak-anak dan kolam renang ini.
Baginya, pengalaman di Jakarta dan Bekasi adalah modal penting untuk membangun kampung halaman. Ia pun mengaku bahwa apa yang ia lakukan saat ini benar-benar sebagai wujud bangga dan obsesi pada daerah. Ada banyak cara sebagai ekspresi kebaikan, termasuk menghadirkan kawasan baru yang menyenangkan bagi siapapun, terutama bagi anak dan orangtuanya. Sehingga sangat wajar bila kawasan ini dikelola dalam rangka memanjakan anak dan kuliner keluarga. Itulah brand yang dibangun yang membuat tempat ini semakin menarik simpati pengunjung.
Kang Andi bercerita bahwa sang ibu adalah sosok inspirasi dan sangat berjasa dalam hidupnya. Sehingga ia berusaha sekuat tenaga agar sang ibu terus tersenyum dan bahagia. Anak pertama dari tiga bersaudara ini ingin agar usia mudanya benar-benar diisi untuk hal-hal yang bermanfaat bagi sesama, terutama orangtua. “Nama Ibu saya Bu Ati. Alhamdulillah saya masih diberi kesempatan oleh Allah untuk belajar membalas jasa beliau, walau tidak mampu membalas, tapi minimal saya bisa membuat beliau tersenyum”, ungkapnya.
Sebagai pengusaha muda yang hidup di era media, ia berharap agar publikasi kawasan dan kegiatan di tempat ini bisa optimal, baik oleh media massa maupun media online, termasuk para penulis dan komunitas kreatif lainnya. Baginya, ini era kolaborasi, setiap orang pasti membutuhkan orang lain. Titik temu setiap perbedaan selera dan jenis kreativitas adalah kreativitas itu sendiri dan tentu saja manfaat bagi sesama.
Kang Andi pun mengakui bahwa mengawali sesuatu, termasuk kawasan baru semacam ini penuh tantangan. Namun ia optimis bahwa bila niat baik dan dilakukan dengan cara yang baik maka bakal menimbulkan dampak yang baik. Bahkan ia sangat percaya bahwa setiap kebaikan pasti mendatangkan kebaikan, juga berbalas kebaikan. “Bila kita melakukan kebaikan insyaa Allah bakal menarikan kebaikan yang lainnya. Orang-orang baik pun bakal mendukung dan mau bekerjasama dengan kita”, tegasnya.
Pertemuan saya dengan Kang Andi selama sejam lebih akhirnya berakhir juga. Sebetulnya banyak hal yang diobrolkan, namun tulisan ini hanya mencatat sebagiannya saja. Menjelang pertemuan berkahir, saya pun mendapat restu darinya untuk memproduksi kaos khas Talun dengan brand “Rindoe Taloen”. Bahkan saya juga mendapat restu untuk menulis buku berjudul “Rindoe Taloen”. Terima kasih Kang Andi atas pengalaman, inspirasi dan restunya. Sungguh, pertemuan ini sangat berharga dan istimewa. Semoga nanti dari sini banyak buku yang saya karyakan sebagai wujud cinta pada Talun tempat kita berdomisili dan menenun sejarah. Ya, benar-benar buku cinta dan rindu Talun! (*)