CIREBON – Batalnya aksi unjuk rasa yang akan dilakukan Forum Masyarakat Peduli Desa Gempol pada Senin (9/1/2023), karena berbagai pertimbangan, salah satunya tidak adanya Bupati Cirebon yang saat ini masih berada di luar kota.
Hal itu disampaikan Ketua Forum Masyarakat Peduli Desa Gempol, H. Hasan Sambudi di kediamannya, Senin (9/1/2023).
Sambudi menambahkan, delapan pernyataan sikap terkait aksinya yang dibatalkan, antara lain pada poin ke-1 yakni Dasar Hukum UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan pasal 1 ayat 1 yang selanjutnya disebut Ormas adalah didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan NKRI yang berdasarkan Pancasila.
Lanjut Sambudi, point ke-2 terkait FKKC dengan melakukan demo tandingan kepada warga Gempol yang ingin menyampaikan aspirasi merupakan bentuk arogansi dan intimidasi kekuasaan kepada rakyat dan pelanggaran terhadap demokrasi.
“Pernyataan ke-3, bahwa FKKC yang isinya adalah merupakan pejabat negara tingkat desa dimana digaji oleh negara yang bersumber dari uang rakyat,melalui APBN dan APBD jadi rakyat berhak mengkritik dan mengawasi atas penyelenggara negara pemerintahan desa agar program-programnya tepat sasaran, bukan malah mencegah dengan cara melakukan demo tandingan sama saja membungkam aspirasi rakyat,” kata Sambudi.
Selanjutnya, tambah dia, point ke-4 bahwa apakah bentuk kritik penyampaian aspirasi rakyat disebut premanisme sesuai isi surat unjulbrada (unras) dari FKKC yang ditunjukan kepada pihaknya, karena padal 6 Januari 2023 pihaknya membuat surat dan pada 7/1/2023 FKKC membuat surat unras juga dengan tempat dan waktu yang sama.
“Dan poin ke-5 dengan FKKC menunjukan sikap seperti ini menggambarkan kalau FKKC sebagai lembaga yang super power kekuasaan, menganggap siapa lawan. Kami warga Gempol khususnya tidak akan pernah takut dan akan terus melawan arogansi dan intimidasi terhadap demokrasi dan pembungkaman aspirasi rakyat dengan mengatas namakan forum kuwu,” tandasnya.
Lanjut Sambudi, poin ke-6 dalam poin satu di atas pihaknya mau bertanya apakah FKKC adalah ormas sebagai lembaga kontrol sosial? Adakah SK menkumhamnya0? Sedangkan diketahui bahwa FKKC hanya perkumpulan kuwu yang merupakan penyelenggara negara.
“Apakah pantas penyelenggara negara melakukan demo untuk kontrol sosial terhadap aspirasi rakyat? Ini jangan dijadikan logika terbalik dimana penyelenggara negara harusnya di kontrol oleh rakyat tapi ini malah sebaliknya, bukankah Indonesia merupakan negara demokrasi dimana kekuasaan ditangan rakyat dan pejabat merupakan pelayan rakyat,” kata Sambudi bernada tanya.
Ia menambahkan, poin ke-7 apakah dibenarkan FKKC dengan membawa perangkat desanya meninggalkan tugasnya melayani rakyat hanya untuk melakukan demo tandingan padahal kami sendiri tidak pernah ikut campur dengan urusan desa lain.
Dan poin terakhir, Sambudi mengingatkan kawan-kawan para pejuang demokrasi untuk melakukan perlawanan ketidakadilan, serta bersatu melawan intimidasi terhadap demokrasi
“Jangan biarkan ini terjadi kalau dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi Indonesia. Kita akan terus lakukan perlawanan terhadap para oknum-oknum kuwu yang ingin berlindung di balik FKKC dan seolah langkah itu dibenarkan Oleh para oknum kuwu kuwu yang bermasalah,” tegasnya.
“Satyam Eva jayate pada akhirnya kebenaran yang akan menang. Merdeka!,” seru Sambudi. (de)