Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Kapita Selekta Pendidikan”
MENJADI guru yang hebat adalah sebuah keniscayaan di era milenial ini. Sebab guru sudah berhadapan dengan generasi milenial yang juga hebat. Tuntutan agar guru lebih hebat, terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi, yang membuat kecerdasan siswa juga menjadi semakin tinggi.
Secara khusus, teknologi telah mengubah gaya hidup termasuk proses belajar. Kehidupan setiap orang pun mengalami shifting (bergeser) secara masif ke dalam platform. Pekerjaan-pekerjaan warisan abad industri (abad ke-20) perlahan tapi pasti digantikan pekerjaan-pekerjaan baru berbasis teknologi informasi.
Bahkan pekerjaan-pekerjaan lama akan tetap dibutuhkan sepanjang pelaku bisa memperkaya diri dengan aplikasi teknologi. Tidak akan ada lagi tempat bagi kelompok medioker bermental penumpang yang kurang menuntut diri untuk belajar kembali. Bahkan, ijazah dari perguruan tinggi terbaik belum cukup bila pengembangan mental tidak dilakukan.
Pergeseran besar-besaran (the gret shifting) dapat diterima dengan mudah oleh mereka yang berpandangan terbuka dan terbiasa beradaptasi dengan perubahan. Mereka yang terbelenggu kejayaan masa lalu pasti menentang. Keberhasilan tak pernah bersifat final. Kehidupan tak berhenti setelah mencapai kesuksesan. Ada satu tuntutan agar tak ditelan pergeseran zaman: to keep yourself relevant. Menjaga agar pekerjaan, termasuk guru, tetap relevan dengan spirit zaman digital.
Ekosistem digital menjalankan peran membentuk interkoneksi, membuat segalanya terhubung, dan mempermudah kegiatan sosial-ekonomi. Ia memberi akses bagi beragam kapabilitas sumber-sumber daya, dan talenta untuk melahirkan inovasi.
Rhenald Kasali, dalam “The Great Shifting” (2018), menjelaskan ciri-ciri pergeseran masif dan besar-besaran sebagai berikut, pertama, dimulai dari teknologi dasar, merembet ke semua sektor yang semula berdiri sendiri-sendiri, lalu berpaling sebagai satu kesatuan lewat konvergensi. Smart phon, misalnya, merupakan konvergensi banyak teknologi: semikonduktor chip, software, internet, kamera digital, telekomunikasi, dan hiburan.
Kedua, dari industri berbasis produk (product-based competition) menjadi industri berbasis platform (platform based). Era pertanian berubah menjadi era industri ditandai penemuan mesin uap. Kini era industri telah berubah menjadi era digital online berkat internet, smartphon, dan media sosial. Perkantoran bergeser ke jagat maya, cyber, dan virtual.
Ketiga, teknologi tidak pernah stagnan. Setiap revolusi (penemuan baru berdampak besar) pasti diikuti evolusi (social invention). Penemuan mesin uap diikuti evolusi pengembangannya menjadi mesin berbahan bakar cair (bensin dan solar), mesin pesawat baling-balin, dan mesin jet. Evolusi itulah yang membuat industri makin maju berkat sarana transportasi canggih.
Keempat, ranah sosial budaya juga mengalami pergeseran berkat social invetion. Budaya pertanian dan industri berbeda dengan budaya digital yang kolaboratif, berjejaring, cepat, dan serempak.
Kelima, budaya baru digital itu dikembangkan mereka yang menghadirkan masa depan ke hari ini. Bandingkan dengan warisan budaya pertanian dan industri yang cenderung menghadirkan kompleksitas masa lalu pada hari ini yang serba membatasi. The geat shifting membuat yang lama tampak kadaluwarsa (ketinggalan zaman) sehingga haris diciptakan inovasi baru agar tetap relevan.
Pertanyaannya: apakah kita bisa menjadi guru hebat di zaman now atau era dimana generasi milenial belajar dengan cara unik ini?
Robert Bala dalam bukunya “Menjadi Guru Hebat Zaman Now” (2018), menjelaskan bahwa secara prinsip, ada tiga kriteria yang mewakili tiga kompetensi guru dalam mengajar, yaitu memahami konsep (written curriculum), metodologi mengajar (taught curriculum), dan evaluasi (assessed cirriculum).
Mari kita perjelas satu persatu. Seorang guru yang baik bisa didefinisikan sebagai orang yang mampu memahami realitas diri dan terus memantaskan dirinya, baik ilmu dan sikap, maupun tindakannya. Ia juga sanggup menyampaikan apa yang ada dalam pikiran dan pengalamannya kepada siswa. Selanjutnya, tingkat pemahaman itu dapat diukur melalui tes yang dilaksanakan.
Pemahaman konsep yang dirumuskan disebut sebagai kurikulum tertulis (written curriculum). Konsep adalah hal yang dimiliki oleh guru dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman. Artinya, pengetahuan yang diperoleh selama masa pendidikan dan terus diperbarui dalam proses belajar. Lewat kemampuan membaca, menganalisa, tidak terkecuali menonton berita berkualitas melalui media elektornik, kian mematangkan guru dalam pemahaman konsep.
Tidak hanya objek pengetahuan, tetapi ia juga mengetahui perkembangan psikologis anak. Pengetahuan psikologis menjadi sangat penting agar saat tiba waktunya, guru dapat membantu anak didik mencapai kesempurnaan pada etape hidupnya; di samping mampu menggunakan metode yang tepat dalam proses pembelajaran, bahkan mampu menemukan metode yang baru.
Pada akhirnya, kebenaran akan konsep akan diuji dari hasil yang diperoleh dari ujian. Tes akan menjadi indikator apakah materi yang dipahami oleh guru telah disampaikan secara tepat dengan menggunakan metode yang tepat. Di sini, evaluasi dan perbaikan dianggap sebagai tindak lanjut.
Ujian bagi siswa mestinya menjadi ujian bagi guru. Prestasi siswa mesti menjadi indikator bagi guru. Siswa yang hebat bisa dilahirkan dari guru hebat yang telah menguji dirinya sendiri dan menjadikan pengalaman sebagai rangkaian proses menjadikannya juga sebagai pribadi hebat.
Seorang guru yang hebat bukan saja dari dalam dan luasnya pengetahuan yang dipahami sebagai konsep, tetapi juga melek teknologi yang ditandai dengan kemampuan memanfaatkan teknologi dalam menunjang pembelajaran, dan kemampuannya untuk menemukan potensi siswa dan mencari metode yang tepat untuk mengantar siswa sampai kepada konsep yang ia pahami, bahkan melampaui konsep yang diketahui oleh guru.
Bahkan, melalui proses jatuh-bangun, evaluasi dan aksi, perbaikan dan perubahan, seorang siswa akan terangsang nalurinya untuk terus mencari kesempurnaan. Ia tidak pernah puas dengan apa yang dipeoleh, tetapi selalu berusaha memperbaikinya. Di sini guru mesti mampu membangkitkan daya kritis kepada siswanya sehingga agar di saat masa depan tiba dengan segala problematika, kemungkinan, dan peluangnya ia dapat mengambil keputusan kritis secara tepat sesuai dengan konteksnya. Ya, menjadi guru hebat, bisa! (*)