SUMBER, fajarsatu.- Mencegah penyebaran virus corona (Covid-19), Pemda Kabupaten Cirebon menutup sementara kegiatan Car Free Day (CFD) sampai waktu yang belum ditentukan. Biasanya setiap Minggu pagi, CFD kerap digelar di lokasi sekitar Hutan Kota Sumber tersebut.
Akibatnya, ruang hijau terbuka (RTH) yang tak jauh dari bank bjb Cabang Sumber itu mendadak sepi dari pengunjung dan pedagang.
Biasanya, pada Minggu pagi, Hutan Kota Sumber ini banyak dikunjungi ratusan warga dari seputaran Kota Sumber atau daerah lainnya. Sejak ada pemberitahunan aktvitas berjualan dan CFD dihentikan sementara, lokasi ini mendadak sepi.
Pengenghentian sementara ini dalam rangka mengantisipasi penyebaran corona virus disease (Covid-19), sehingga pihak pemkab merasa perlu untuk sementara lokasi tersebut terlarang bagi pedagang dan kegiatan CFD untuk waktu yang belum ditentukan.
Berdasarkan pantauan fajarsatu.com, para pengunjung yang datang dari pagi hingga pukul 13.00 WIB dapat dihitung dengan jari. Mereka hanya duduk di atas motor atau ngobol di taman tanpa ada aktivitas lainnya.
Padahal, sebelum kasus virus corona, lokasi tersebut pada Sabtu dan Minggu atau hari libur nasional selalu diserbu ratusan pengunjung. Namun, sejak dua pekan terkakhir ini, ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Sumber ini mendadak sepi.
Dampak yang paling parah tentu saja menimpa para pedagang makanan dan minuman. Selain itu para penjual jasa sewa kendaraan mini dan kuda untuk berkeliling taman juga terkena imbasnya.
Samana (45), seorang penjual es dawet dan es cendol yang biasa mangkal di depan Polresta Cirebon dan Hutan Kota Cirebon ini sangat merasakan danpaknya. Bukan saja merosotnya omset penjualan tetapi juga pada kehidupan ekonomi keluarga.
Saat ngobrol dengan fajarsatu.com di lokasi Hutan Kota Sumber pada Minggu (22/3/2020), tersirat kekecewaan mendalam dan amarah yang tak mampu ia ungkapkan. Sorot mata dan wajahnya begitu tegang.
Ia mengungkapkan, sejak kasus virus corona mulai tersebar di sejumlah media beberapa bulan belakangan ini, omset penjualannya langsung ngedrop.
Apalagi saat pemerintah melakukan kebijakan merumahkan anak sekolah dan PNS, serta pembatasan kegiatan yang melibatkan orang banyak dihentikan sementara, makin memperparah kehidupannya.
“Mestinya pemerintah jangan menyengsarakan rakyat kaum jelata seperti kami. Saat mnegeluarkan kebijakan, pemerintah juga harus memperhatikan para pedagang kecil yang hidupnya hanya mengandalkan dari hasil penjualan,” ucapnya dengan sorot mata tajam.
Kemarahan tersebut bukan tanpa sebab. Ia bercerita, hasil penjualan es dawet dan es cendol yang hanya pas buat makan keluarga, kini malah tambah serba kekurangan.
“Pada hari normal pendapatan saya antara Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu. Hari ini saya berjualan dari pagi hingga siang ini hanya mendapatkan Rp 20 ribu, sedangkan modal dagang sebesar Rp 100 ribu. Tekor mas,” katanya bernada tinggi sambil memperilihatkan dompetnya yang berisi uang recehan lecek sebesar Rp 20 ribu.
Kondisi ini bukan baru seminggu atau dua minggu tetapi sejak awal tahun ini. Ia tidak mengerti kenapa kasus corona sangat berpengaruh besar pada kehidupan manusia. “Padahal hidup mati manusia sudah ditentukan Allah SWT,” tandas Sumana.
Walaupun dirinya tidak menyalahkan masyarakat yang ketakutan tertular corona, tetapi ia menganggap pemerintah harus cepat mengatasinya. “Kalau terlalu lama tidak ada perhatian pencegahan, rakyat bisa berontak,” ujar dia.
Lebih jauh Sumana meminta pemerintah memperhatikan rakyat kecil sepertinya dirinya agar mengeluarkan konpensasi. Menurutnya, ini persoalan hidup dan matinya rakyat yang harus menjadi tanggug jawab pemerintah.
Tambahnya, kesulitan ini bukan hanya dialami dirinya tetapi juga para pedagang kecil lainnya yang mungkin tidak bisa dihitung jumlahnya.
“Saya berharap pemerintah memikirkan kami bukan hanya pencegahan corona. Soalnya akibat rakyat kelaparan juga bisa mengakibatkan kematian,” pungkasnya sambul mewanti-wanti agar jeritan hatinya benar-benar ditulis di media. (irgun)