SUMBER, fajarsatu – Terjadinya tawuran antar warga desa di Kecamatan Suranenggala dan Kecamatan Gunung Jati, awal pekan silam lebih dikarenakan faktor rendahnya SDM masyarakat sekitar dan imbas dari lamanya anak-anak sekolah yang melakukan kegiatan belajar mengajar dengan sistim daring.
Demikian dikatakan pengamat Hukum dan Kriminal, Abdul Kodir, SH saat ditemui fajarasatu.com, Selasa (16/6/2020).
“Secara kultur masyarakat wilayah utara itu keras karena banyak faktor, dan masih banyaknya masyarakat yang SDM rendah, jadi ini pemicu utama terjadinya tawuran,” ujar Kodir.
Dikatakan Kodir, selain permaslahan SDM, faktor lain yang sehingga terjadinya tawuran adalah berubahnya siklus kehidupan anak-anak sekolah yang mana biasanya anak-anak sekolah berangkat sekolah setiap hari kecuali hari libur.
“Dengan sistim daring, banyak anak-anak usia sekolah yang mengubah pola hidupnya yang siang jadi malam dan malam jadi siang,” katanya.
Dengan berubahnya siklus kehidupan ini, dikatakan Kodor, menjadi sangat rawan anak-anak usia sekolah melakukan hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tindakan kriminal.
“Kalau anak-anak tidak banyak kegiatan positif maka timbulnya pemikiran negatif dan dapat dimungkinkan melakukan hal-hal yang melanggar hukum seperti tawuran,” tandasnya.
Kodir berharap, pemangku kepentingan bisa mengambil kebijakan yang baik agar masyarakat merasa aman dan nyaman dalam melaksanakan kehidupan, kalau aksi tawuran ini terus menerus terjadi maka yang akan dirugikan adalah masyarakat itu sendiri.
“Harus ada formula khusus agar masyarakat bisa merasakan aman dan nyaman dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari,” katanya.
Kodir mengimbau kepada masyarakat yang tengah terjadi konflik untuk tidak terpancing dengan isu-isu menyesatkan, terlebih isu itu dari sumber-sumber yang tidak jelas. (dkn)