BANDUNG, fajarsatu.- Anggota DPRD Jabar dari Partai Gerindra periode 2019-2024, H. Daddy Rohanady menilai peluang Jabar kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sangat berat.
Daddy merupakan satu dari 12 anggota DPRD Jabar periode ketiga dari Partai Gerindra asal Daerah Pemilihan Jabar XII Kabupaten/Kota Cirebon dan Kabupaten Indramayu.
Disebutkannya, Jabar telah meraih berbagai penghargaan dari berbagai pihak. Jabar 4 tahun beturut-turut menjadi perencana terbaik tingkat nasional antarprovisi.
Meraih Penghargaan Pangripta Nusantara, imbuh Daddy, bukanlah perkara mudah. Butuh koordinasi sangat intensif antara banyak perangkat daerah. Itu membutuhkan seorang dirijen yang mampu mengharmoniskan berbagai unsur.
Bahkan karena prestasi tersebut, beberapa provinsi lain meminta agar Jabar tidak usah lagi ikut sebagai peserta. Jabar diminta menjadi mentor.
Selain itu, Jabar tujuh kali berturut- turut mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Untuk meraih kedua penghargaan tersebut tentu bukanlah perkara mudah. Butuh pula kerjasama intensif dengan semua stakeholder, termasuk DPRD,” tambah Daddy.
Lebih lanjut, Daddy menambahkan, sayangnya WTP terakhir yakni penilaian kinerja 2018 sudah hampir di tepi jurang. Oleh karrna itu, kata dia, gubernur harus mengharmoniskan dan terus mendorong semua perangkat daerahnya.
“Mestinya yang sudah baik dipertahankan dan yang kurang baik diperbaiki. Yang ada? Saya tidak melihat hal itu diupayakan secara maksimal. Bagaimana tidak, kegagalan penangan Situ Rawakalong dan beberapa pekerjaan besar lainnya menunjukkan betapa perencanaan sekarang ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Bagaimana mungkin Dinas Sumber Daya Air membangun di atas Situ Rawakalong, padahal situ tersebut sedang dikeruk oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS). Hasilnya sudah bisa dipastikan: gagal,” ujar mantan Wakil Ketua Pansus Perubahan RTRW Jabar itu.
Ia melanjutkan, dengan kondisi tersebut, pekerjaan yang dengan anggaran Rp 32 miliar tersebut hanya bisa dilakukan 30 persen. Sisanya bisa dipastikan ajan menjadi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa).
Ini menunjukkan betapa perencanaan dan koordinasi yang ada sangatlah buruk. Koordinasi dengan pihak lain mutlak harus dilakukan. “Kita tidak bisa “kumaha ceuk aing“. Ini bukan zamannya lagi,” tandas dia.
Daddy juga menyatakan, adagium wakil sebagai ban serep benar-benar terlihat. Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum lebih melaksanakan tugas seremonial.
“Jadi, kalau mau memakai skala nilai dengan rentang 100, saya kira Emil hanya meraih nilai 60-an dalam tahun pertamanya,” pungkas Daddy yang menjadi Wakil Ketua Komisi IV pada periode 2014-2019 tersebut. (FS-2)