Oleh: Taufik Fathoni
(Pemerhati Masalah Sosial dan Mantan Pemred Gerage Pos)
BERDASARKAN ramalan Alvin Toffler, dalam bukunya “Third Wave”, peradaban manusia sekarang ini telah memasuki gelombang ketiga. Setelah era agraris dan industri, kini kita memasuki era informasi dan komunikasi. Dalam gelombang ketiga ini keberhasilan seseorang akan lebih ditentukan oleh penguasaan informasi dan teknologi alat komunikasi.
Di Indonesia sendiri, datangnya gelombang ketiga itu antara lain ditandai dengan munculnya fenomena ‘ustadz google’. Dan Sugi Nur Raharja adalah salah satu contohnya.
Seperti diakuinya sendiri, dia adalah mantan maling, mantan bajingan, tidak pernah mondok di pesantren, dan tidak memahami kitab kuning yang berisi tentang keilmuan Islam. Tetapi berkat kepandaiannya memanfaatkan ruang informasi di media sosial, dia pun kini digelari sebagai ustadz bahkan akrab disapa oleh penggemarnya dengan panggilan Gus Nur.
Luar biasa! Demikian dahsyatnya pengaruh informasi dalam merubah cara pandang masyarakat. Sehingga orang yang tidak memiliki ilmu agama bisa dipandang sebagai ulama. Bahkan seorang mualaf yang baru kemarin disunat, jika ceramahnya sering dimunculkan di YouTube akan dianggap sebagai ahli agama.
Sementara ulama sungguhan yang telah puluhan tahun menimba ilmu agama di pesanten malah tidak dikenal, karena memang tidak mencari popularitas di media sosial. Cuma kalangan santri dan sesama ulama saja yang mengenalnya.
Sedangkan masyarakat awam yang jumlahnya jauh lebih banyak, mereka justru cuma mengenal ustadz-ustadz selebriti yang ceramahnya di-up load ke YouTube. Mereka mengira ustadz-ustadz karbitan itulah yang layak disebut ulama. Tidak heran jika banyak masyarakat awam menjadikan Sugi Nur yang mantan maling itu sebagai panutan.
Sugi Nur sendiri, atau Felix Siauw yang mualaf itu, tentu saja tidak salah ketika banyak orang memandangnya sebagai ustadz yang paham ilmu agama. Toh Sugi sendiri sudah mengakui secara jujur seperti apa latar belakang kehidupannya. Dan Felix juga semua orang tahu dia menjadi muslim baru kemarin sore.
Menjadi salah ketika mereka lupa daratan. Berani melecehkan ulama sungguhan yang memiliki ilmu agama, bahkan berani pula menyesatkannya. Sehingga dikhawatirkan banyak masyarakat awam yang menjadi pengagumnya akan tersesat mengikuti pandangannya yang sama sekali tidak didasarkan pada keilmuan agama.
Jika itu yang terjadi, maka jumlah umat Islam yang mayoritas di Indonesia ini hanya ibarat buih di lautan. Mereka cuma mengikuti pendapat dari orang yang tidak berilmu, sehingga tidak akan memiliki sikap dan pandangan yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam itu sendiri. (*)