Oleh: Ummu Munib
(Pemerhati Masalah Sosial)
MELONJAKNYA angka pandemi di tengah PPKM Darurat sungguh membuat hati pilu. Nasib yang dialami sebagian pasien penderita Covid-19 bak jatuh tertimpa tangga. Mereka tidak mendapatkan perawatan di rumah sakit karena membludaknya jumlah orang yang terpapar virus Corona.
Rumah sakit diberbagai daerah baik negeri maupun swasta tidak mampu lagi menampung pasien yang membutuhkan perawatan. Akibatnya ratusan pasien melakukan isoman (isolasi mandiri) di rumah dengan fasilitas medis yang terbatas. Oksigen dan obat-obatan sungguh sukar didapat, jika pun ada, harganya naik berlipat.
Detik.com, 17/7/2021 melansir data Dashboard Quick Count melacakkematian isoman di luar RS milik LaporCovid dan mencatat bahwa 547 pasien Corona meninggal dunia saat isoman. Provinsi Jawa Barat merupakan ranking satu, dengan kasus kematian sebanyak 209 orang. Disusul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 104 orang, kemudian Provinsi Banten 65 orang, Jawa Timur 63 orang, DKI 51 orang, dan Jawa Tengah 36 orang.
Masih dari laman yang sama bahwa sejak Juni 2021 tim LaporCovid melaporkan setidaknya terdapat 675 warga meninggal dunia saat melakukan isoman. Beberapa di antaranya karena mengalami penolakan dari rumah sakit. Sedangkan tenaga kesehatan sendiri sebanyak 206 yang meninggal dalam bulan ini yang belum genap sebulan, ungkap Irma Hidayana selaku Koordinator LaporCovid, dalam konferensi pers virtual, Minggu (18/7/2021).
Demi menekan angka pandemi berbagai kebijakan telah pemerintah gulirkan. Gonta- ganti istilah pun terus bergulir. Kebijakan terbaru dengan sebutan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) darurat dilanjut ke PPKM level 1 hingga 4 bernasib sama dengan kebijakan sebelumnya, belum membuahkan hasil sesuai harapan. Dimana angka penderita Covid-19 masih bertengger di angka yang tinggi.
Jika kita berkaca pada kebijakan sebelumnya, penanganan Covid-19 seolah tetap jalan di tempat. Untuk itu sangat wajar muncul berbagai kritik kepada pemerintah. Kritik muncul salah satunya dari mantan Staf Ahli Kementerian Koordinator Kemaritiman Gede Sandra selaku Analis Ekonomi Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR).
Dia mengatakan bahwa pemerintah lebih baik memberlakukan lockdown atau karantina sesuai Undang-undang Kesehatan, daripada memperpanjang kebijakan PPKM. PPKM ini sudah berjalan selama 6 minggu, tapi pandemi tidak kunjung usai. Ujung-ujungnya ekonomi sampai akhir tahun tidak kunjung membaik.
Senada dengan Gede, Rizal Ramli sebagai ekonom senior mengeritik pemerintah yang terus mengganti istilah dalam penanganan wabah, padahal substansinya tetap sama yaitu rakyat merasakan tidak ada perubahan. Ia meminta pemerintah agar melaksanakan kebijakan lockdown selama 1 bulan, dan bisa diperpanjang lagi 1 bulan kedepan.(Indonews.Id,14/7/2021)
Andai saja pemerintah melaksanakan amanat UU Kesehatan dan mau mendengarkan berbagai masukan untuk lockdown maka penanganan wabah tidak terkesan ragu-ragu. Wabah akan cepat teratasi artinya bahwa urusan kesehatan akan selamat.
Begitupun ekonomi bisa cepat pulih kembali. Lonjakan angka pandemi bisa ditekan sehingga jumlah warga yang isoman tidak mencapai ribuan. Akhirnya memakan korban tutup usia saat isoman. Pemerintah enggan memberlakukan kebijakan lockdown dengan alasan terkendala anggaran.
Sementara anggaran infrastruktur tahun 2021 yang mengalami kenaikan semestinya dari Rp 281 triliun menjadi Rp 417 triliun semestinya bisa dialihkan. Ironisnya anggaran kesehatan malah turun dari Rp 212 Triliun menjadi Rp169 triliun dari tahun sebelumnya.
Itulah watak asli sistem kapitalisme sekularisme. Kapitalisme telah mendorong penguasa untuk melahirkan kebijakan yang penuh perhitungan untung dan rugi. Penguasa selalu berdalih bahwa]rakyat harus mandiri dalam segala hal.
Padahal sejatinya mereka tengah melepas tanggung jawabnya dalam mengurusi masyarakat.Tidak heran jika mereka berat melaksanakan lockdown karena harus menanggung kebutuhan rakyat. Sehingga tarik ulur dengan sebutan PPKM dengan cara membatasi kegiatan publik namun kebutuhannya dibiarkan mencari sendiri. Sejatinya kapitalisme memprioritaskan pemulihan ekonomi ketimbang pemulihan sistem kesehatan.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam mewajibkan penguasa bertanggung jawab atas semua urusan rakyatnya termasuk saat ditimpa musibah. Penguasa wajib berikhtiar untuk mencegah dan menanggulangi wabah yang terjadi.
Dari mulai pemenuhan kebutuhan pokok sampai memberikan pelayanan kesehatan gratis. Yakni menyediakan semua alat kesehatan dan obat-obatan yang diperlukan. Aparatur Pemerintah juga harus memberikan tauladan kepada rakyatnya. Hal ini bisa sebagai edukasi mendorong rakyatnya tidak lalai terhadap prosedur kesehatan.
Pemerintah harus aktif menjalankan 3T (test, tracing, treatment), memisahkan yang sakit dari yang sehat. Juga Menjamin pelaksanaan isolasi standar bagi yang terpapar, sehingga rakyat yang isoman tidak menjadi korban. Betapa berharganya sebuah nyawa manusia sehingga wajib untuk dijaga. Rasulullah saw. bersabda,
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai 3987, Tirmidzi 1455)
Sejarah mencatat ketika Islam diterapkan dalam sebuah pemerintahan, Khalifah Umar bin al-Khaththab di kala sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilayah Sargh tersiar kabar adanya wabah di wilayah Syam.
Tanpa memperhitungkan untung rugi Sang Khalifah berbalik arah tidak melanjutkan perjalanan. Beliau pun lantas melaksanakan kebijakan karantina wilayah (lockdown), dengan tidak melupakan memenuhi kebutuhan rakyat selama karantina. Semua ini Beliau lakukan karena kebijakan ini telah disyariatkan oleh Rasul Saw.
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)
Sungguh Islam adalah agama yang sempurna. Telah terbukti menjadi solusi dalam setiap permasalahan, tak terkecuali masalah penanganan wabah. Selain itu Islam melahirkan Penguasa yang amanah, peduli terhadap kesehatan, kebutuhan, kesusahan, dan kesulitan yang dihadapi rakyatnya.
Ingatlah semua amanah itu bisa dijalankan ketika didukung oleh sistem yang amanah pula,yakni diterapkannya syariat Islam secara kafah sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Catatan: isi di luar tanggung jawab redaksi