Oleh: Ummu Abdillah
(Pemerhati Masalah Sosial)
PEDASNYA cabai tak memikat hati lagi. Bagaimana tidak, harga cabai yang beberapa bulan lalu sempat menjadi primadona, kini jatuh anjlok. Hal ini membuat para petani cabai kecewa dan marah.
Seperti belum lama ini telah beredar video yang memperlihatkan seorang petani cabai mengamuk dan merusak kebunnya dengan cara menginjak-injak tanaman cabai miliknya. Kemarahannya ini diduga akibat harga cabai di pasaran turun. (radartegal, 29/8/2021).
Viralnya video tersebut, membuat salah seorang anggota komisi IV DPR, Slamet ikut menanggapi. Ia berkomentar bahwa harga cabai yang anjlok di pasaran menandakan adanya masalah yang semestinya menjadi perhatian penting dari pemerintah. Petani membutuhkan negara untuk bisa hadir dan melindunginya. Jangan hanya berpikir impor terus, sedangkan nasib petani cabai semakin sengsara.
Slamet juga menjelaskan kalau impor cabai di semester 1-2021 sebesar 27,851 ton. Naik 54 persen dibanding tahun 2020 sebesar 18.075 ton. Angka tersebut meningkat bila dibandingkan dengan realisasi impor pada semester 1-2020 yang hanya sebanyak 18.075,16 ton dengan nilai US$ 34,38 juta. Cabai yang diimpor pemerintah pada umumnya adalah cabai merah, termasuk juga cabai rawit merah. Hal ini menunjukkan betapa negara memang tidak berpihak kepada petani.
Selanjutnya masih menurut Slamet, pemerintah perlu melihat kembali kepada kebijakan pangan yang menjadi landasan kerja era kabinet Indonesia maju. Yaitu yang tertuang dalam nawacita kedaulatan pangan dimana muaranya adalah peningkatan kesejahteraan para petani.
Seperti biasa, pemerintah gagap menghadapinya. Namun sebenarnya bisa diantisipasi jika pemerintah serius menangani permasalah yang menimpa nasib para petani cabai ini. Agar kerugian yang dialaminya tidak terlalu parah karena mereka berhak mendapatkan kesejahteraan dalam hidupnya.
Namun alih-alih memberikan jaminan kesejahteraan, justru pemerintah berdalih bahwa anjloknya harga cabai dikarenakan sepinya pasar akibat PPKM. Padahal seperti yang kita ketahui pemerintah justru membuat kebijakan impor komoditas cabai di tengah pandemi dengan alasan untuk menstabilkan harga.
Kebijakan yang diambil pemerintah ini disayangkan oleh Hempri Suyatno (Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Yogyakarta). Menurutnya, pemerintah perlu mengurangi impor cabai dari luar negeri. Karena selama pandemi Indonesia tetap melakukannya dengan besar-besaran sehingga panenan produk lokal rentan terganggu seperti saat ini. (Ayoyogya.com, 29/82021.
Hempri juga menambahkan bahwa problem utama pemerintah adalah tidak serius dalam membangun kedaulatan pangan di negeri sendiri. Hingga harga cabai yang sangat murah banyak dialami oleh petani.
Begitulah nasib tragis yang dialami para petani cabai saat ini. Hasil panen yang digadang-gadang harganya bagus ternyata anjlok. Sehingga mereka tidak bisa menikmati hasil panennya dengan sukacita. Yang ada hanyalah kerugian. Jangankan mengharapkan keuntungan, modal produksi pun tak bisa kembali lagi.
Salah satunya pupuk. Seperti kita ketahui harga pupuk tidaklah murah. Walaupun ada sebagian petani yang mempunyai Kartu Tani, tapi itu hanya sebagian kecil dan manfaatnya pun tidak maksimal. Karena nyatanya pupuk subsidi tetaplah mahal. Selain itu juga susah untuk mendapatkannya di pasaran. Sebaliknya yang ada justru pupuk impor. Tentu saja sama-sama mahal harganya. Walau demikian, tetap saja kurang efektif dalam menambah hasil panen petani.
Itu baru masalah pupuk, belum yang lainnya. Seperti waktu, tenaga, pikiran yang telah dicurahkan dalam memproduksi tanaman cabai, kini hasilnya sia-sia. Karena hasil panennya tidak memuaskan. Harga di pasaran anjlok dari harga normal. Saking rendahnya harga cabai, akhirnya ada sebagian petani yang membagi-bagikannya dengan gratis kepada masyarakat sebagai bentuk keprihatinan komoditasnya yang telah ditanam dengan susah payah kini cukup dihargai dengan harga murah.
Negeri yang dikenal dengan julukan agraris, kini terpuruk. Anjloknya harga cabai di pasaran bukanlah tanpa sebab yang signifikan. Dengan bukti Pemerintah terus mengimpor cabai dari luar negeri dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan perindustrian dan menstabilkan harga. Padahal produk cabai di dalam negeri sedang surplus. Tentu saja kebijakan yang demikian tidak dibenarkan. Alih-alih ingin menyejahterakan rakyat, yang terjadi justru sebaliknya hanya penderitaan yang dirasakan.
Belum lagi masalah pandemi yang tak kunjung usai. Ketidakseriusan pemerintah dalam menangani wabah yang hanya bertumpu pada ekonomi kapitalis saja, hingga tidak sampai menyentuh akarnya menyebabkan banyak permasalahan kehidupan yang semakin terpuruk. Maka lengkap sudah penderitaan yang dialami rakyat. Sudah terhimpit oleh wabah Covid-19, kini harus menelan pil pahit dengan murahnya harga cabai yang dialami oleh para petani.
Maka anjloknya harga cabai adalah bukti bobroknya sistem yang dianut oleh negara saat ini. Yakni demokrasi-kapitalisme. Sebuah sistem yang memerlukan biaya besar untuk meraih kekuasaan. Tidak mustahil kucuran dana digelontorkan demi meraih tampuk jabatan tinggi di negeri ini. Imbasnya rakyat yang jadi korban. Bukannya mendahulukan semua kebutuhan rakyat, namun sebaliknya pemerintah berorientasi pada keuntungan semata. Yaitu bagaimana caranya untuk mengembalikan modal politiknya yang telah dipakai selama meraih kursi kekuasaan hingga mampu untuk mempertahankanny.
Maka dibuatlah berbagai kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Salah satunya dengan terus melakukan impor cabai di tengah wabah pandemi yang belum usai. Bukannya memberikan perhatian penuh pada kualitas dan kuantitas para petani cabai di dalam negeri demi meningkatkan kesejahteraan rakyat, ini malah sebaliknya.
Namun begitulah fakta yang terjadi saat ini. Negara mengabaikan kepentingan hajat hidup rakyat. Karena negara hanyalah berfungsi sebagai regulator saja. Semua kebijakan yang diambilnya adalah pesanan semata. Semuanya demi memuaskan tuannya, yaitu kaum kapitalis dan pengusaha. Padahal sejatinya tugas utama dan pertama bagi seorang pemimpin adalah memberikan pelayanan terbaik bagi rakyatnya. Semua kepentingan rakyat wajib di atas segalanya. Bukan menjadikan rakyat sebagai bulan-bulanan saja. Bila dibutuhkan bermanis janji, namun bila sudah tak dibutuhkan diabaikan begitu saja.
Berbeda dengan sistem Islam yang akan memberikan jaminan penuh kepada rakyat. Karena seorang pemimpin dalam Islam adalah pelayan dan pelindung bagi umat. Tak ada kepentingan yang menempel pada kekuasaannya untuk mengkhianati rakyat. Yang ada hanyalah selalu mengharapkan rida Allah semata, bukan rida manusia seperti yang terjadi di sistem kapitalis-demokrasi saat ini. Karena semua yang diamanatkan kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.
Dalam paradigma Islam, kekuasaannya akan digunakan penuh untuk kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat. Dengan berlandaskan hukum-hukum Allah, yakni Al-Qur’an dan as-sunnah semua permasalahan kehidupan akan mampu diatasi sampai ke akarnya.
Maka, apapun masalah yang menimpa rakyat, negara dengan sigap mengurusnya. Seperti masalah yang menimpa para petani cabai. Negara dengan cepat membantu memasarkannya agar tak terjadi kerugian yang fatal. Negara pun akan menggenjot produksi pangan domestik sesuai kebutuhan. Baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi tanah pertanian. Tidak akan tergantung pada kebijakan impor.
Semua itu tentu didukung oleh negara. Antara lain dengan menerapkan sistem pertanian yang mengoptimalkan penggunaan lahan seefisien mungkin sesuai dengan potensinya. Juga didukung dengan modal dan pembinaan yang intensif bagi para petani agar mampu menghasilkan produk yang unggul. Dengan demikian negara justru akan mampu mengekspor dari hasil pertanian rakyatnya. Maka negara pun bisa dan kuat berdaulat di atas kakinya sendiri tanpa campur tangan negara asing dalam mengurusi urusan domestik dalam negeri.
Demikianlah hidup di bawah kepemimpinan Islam. Indah bukan? Maka sudah saatnya rakyat menyadari betapa pentingnya perubahan ke arah yang baik, yakni Islam. Aturan yang langsung dari Sang Pembuat aturan, Dialah Allah Swt. yang telah terbukti selama 14 abad lamanya memimpin dunia. Hingga kesejahteraan dan keadilan terpancar dari setiap sudut rumah. Islam pun turun memberikan rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam bish shawwab
Catatan: isi di luar tanggung jawab redaksi