JAKARTA, fajarsatu.- Indonesia dikenal sebagai negara yang selalu menjaga netralitas dan tidak berpihak.
Indonesia saat ini juga tercatat sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020.
Posisi ini menyebabkan Indonesia sering diminta sebagai mediator untuk terlibat dalam perdamaian dunia.
Hal ini disampaikan Staf ahli Kementerian Luar Negeri Teuku Faizahsyah saat berbicara pada forum Muktamar Pemikiran Santri Nusantara (MPSN) II di Pesantrem As-Shiddiqiyah, Jakarta Barat, Minggu (29/09/2019).
Menurut Teuku Faizahsyah, dalam mengoptimalkan peran di pentas dunia, Indonesia membutuhkan tokoh agama yang memiliki jaringan luas, dan jaringan santri sangat luas, termasuk hingga di luar negeri.
“Indonesia mewakili citra Islam moderat, santri menjadi agen perdamaian dunia. Jaringan santri dan kiprah santri merupakan aset negara menjalankan amanat negara, menciptakan perdamaian dunia,” terang Teuku Faizahsyah.
Sementara Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’thi mengatakan, peran dan kiprah santri dalam perdamaian dunia dapat dimulai melalui santri yang berpola pikir dengan tradisi untuk perdamaian dunia.
Hal ini bisa dimulai dengan melibatkan figur ulama dan pengembangan standarisasi kurikulum yang berisi penguatan materi perdamaian dunia.
“Upaya lainnya bisa dilakukan melalui pengembangan kultur pesantren yang jauh dari kekerasan, membuka kesempatan bagi lulusan pesantren go internasional misal lewat penugasan atau beasiswa ke luar negeri, dan pengembangan jaringan dan dialog lintas negara untuk penyelesaian masalah perdamaian dunia,” ucapnya.
Hadir juga sebagai narasumber dalam diskusi panel ini, Intelektual Muda Nahdatul Ulama Gus Nadirsyah Hosen berpendapat, eksistensi pesantren untuk perdamaain dunia dapat diawali dengan bahasan mengenai konflik dan peace studies yang selama ini selalu menjadi bahasan masyarakat dunia, tetapi jarang dibahas di kalangan pesantren.
Hal ini sebenarnya perlu dikembangkan lewat santri sebagai agen-agen perdamaian.
“Selain itu, perlu kembali pada tradisi pesantren untuk mengupas Al Quran secara langsung, sehingga bisa lebih memperluas pemikiran dan pemahaman tentang perdamaian dunia,” tutur Gus Nadir.
Muktamar Pemikiran Santri Nusantara menjadi bagian dari rangkaian peringatan Hari Santri 2019.
MPSN kali kedua ini mengangkat tema Santri Mendunia: Tradisi, Eksistensi dan Perdamaian Dunia.
Sebelumnya, Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin menjelaskan bahwa bahasan Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia bertujuan memperkokoh posisi Indonesia sebagai negara muslim moderat terbesar di dunia yang berkontribusi positif bagi perdamaian dunia.
“Ini sekaligus untuk menghapus stigma pendidikan Islam sebagai sumber pemahaman esktrimisme dan radikalisme,” jelasnya.
Melalui pemikiran-pemikiran yang nantinya dirumuskan dalam MPSN, Kamaruddin berharap santri terdorong untuk lebih berkiprah di kancah internasional dan berkontribusi mewujudkan perdamaian dunia.
“Indonesia dengan segala keberagamannya menjadi model moderasi Islam sehingga perdamaian yang hakiki terwujud di belahan dunia manapun,” tandasnya. (FS-6)