Oleh: Heni Ummu faiz
(Pemerhati Umat)
MENIKMATI goreng tempe dan tahu menjadi sesuatu hal yang tak asing bagi warga kelas menengah ke bawah. Namun apa jadinya jika bahan baku tempe tahu ini melonjak naik. Inilah yang menjadi kegundahan para produsen tahu tempe di seluruh Indonesia. Padahal sebagaimana kita pahami bahwa petani kedelai sangat lah banyak terlebih luas wilayah untuk penanaman kedelai pun tersedia. Namun sayangnya hingga hari ini negara kita sangat bergantung dengan impor.
Dikutip dari kompas.com, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menjelaskan dua penyebab harga kedelai impor mahal di Indonesia.
Penyebab pertama adalah cuaca buruk El Nina di Argentina, Amerika Selatan. Hal itu mengakibatkan harga kedelai per gantang naik, dari 12 dolar AS menjadi 18 dolar AS.
Penyebab kedua adalah permintaan kedelai tinggi, terutama dari China. Akibat kenaikan bahan baku tahu tempe ini melakukan mogok produksi.
Perajin tahu dan tempe mogok produksi mulai Senin hingga Rabu (23/02) mendatang, karena sulit mendapat keuntungan di tengah tingginya harga kedelai dunia. Mereka menuntut intervensi pemerintah menyetabilkan harga. (BBC News, 22/02/2022).
Seolah tak ada solusi yang diberikan oleh penguasa di negeri ini. Carut marut permasalahan yang kian menumpuk seperti enggan diuraikan. Dari mulai naiknya kebutuhan pokok, penanganan covid yang semakin runyam, kelangkaan minyak goreng hingga melonjaknya harga kedelai.
Berbagai solusi yang ditawarkan selama ini hanya solusi tambal sulam yang tidak ke akarnya. Pada akhirnya permasalahan yang terjadi laksana benang kusut yang sulit dicari titik pangkalnya.
Inilah masalah yang dialami oleh negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Sistem ini sangat menihilkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat yang ada justru sebaliknya. Keuntungan hanya pada para kapitalis.
Mereka menjadi penyokong penguasa saat pemilu, maka sangat tidak heran jika ketika jadi penguasa saat mengeluarkan kebijakan harus sejalan dengan apa yang mereka mau. Tak terkecuali masalah kedelai. Kedelai hingga kini bergantung pada impor sehingga masalah kelangkaan sudah diprediksi akan terjadi.
Sementara petani lokal dibiarkan begitu saja sekalipun sebenarnya mampu memproduksi kedelai sendiri. Namun nyatanya barang impor menjadi daya tarik penguasa kita dan mereka para importir bebas berkuasa di pasaran. Para importir ini bebas menentukan harga demi sebuah keuntungan.
Ketergantungan impor mengakibatkan kelangkaan bahan baku kedelai, manakala negara pengimpor tidak mampu memenuhi kebutuhan negara yang dipasoknya. Sementara kemandirian pangan yang selama ini digaungkan pemerintah Jokowi jauh panggang dari api.
Petani kedelai lokal hingga hari ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Semua ini merupakan imbas aturan yang memasukkan kedelai sebagai komoditas impor non-larangan terbatas (non-lartas). Non-lartas artinya perusahaan pengimpor bebas memasukkan kedelai ke Indonesia seberapa pun banyaknya.
Aturan ini didukung oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2013, yang turut menggratiskan bea masuk impor kedelai. Perkara ini menyebabkan harga kedelai lokal semakin kalah bersaing dengan impor. Sejak Permendag itu diterbitkan, harga kedelai lokal pun selalu lebih mahal dibanding harga kedelai impor.
Tak pelak, perajin tahu-tempe pun lebih memilih kedelai impor untuk menekan ongkos produksi. Jika sudah begini siapa yang dirugikan tentu masyarakat kalangan menengah ke bawah, karena tidak bisa leluasa lagi memakan tempe tahu yang dari nilai gizinya cukup tinggi. Produsen tahu tempe pun akan gigit jari karena tinggi harga bahan baku. Sementara pihak penguasa saat ini hanya sebagai pihak regulator semata tanpa ada tindak nyata membela rakyatnya.
Sementara dalam sistem pemerintahan Islam akan berusaha memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. Negara akan mengawasi pedagang atau pengusaha yang nakal dengan memberi sanksi tegas. Negara juga memberi sanksi kepada siapa pun yang melakukan penimbunan bahan kebutuhan pokok rakyat. Hal ini semata-mata dilakukan sebagai bentuk rasa tanggung jawab pemerintah terhadap rakyatnya.
Pemerintahan Islam tidak akan membiarkan rakyatnya dalam kondisi kebingungan, panik akibat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Semua itu didasarkan pada rasa takut kepada Allah Swt.
Seorang kepala negara bertanggung jawab terhadap rakyatnya dengan menyediakan berbagai teknologi dalam bidang pertanian guna menunjang ketahanan pangan rakyatnya. Selain itu, negara juga tidak akan membiarkan rakyatnya dalam kelaparan.
Pada masa Sultan Abdulmejid I mendengar kabar tentang penderitaan rakyat Irlandia yang kelaparan. Hal itu dia dapatkan dari dokter giginya yang berasal dari Irlandia.
Karena rasa kemurahan hati sang sultan menawarkan bantuan sebesar £10.000 atau sekitar USD 1,3 juta saat ini, untuk membantu masyarakat Irlandia yang kelaparan.
Namun, Ratu Victoria yang telah mengucurkan bantuan ke Irlandia sebesar £2.000 menolak, sang ratu tidak mau menerima bantuan apa pun yang melebihi bantuan yang dia berikan.
Sultan Abdulmejid kemudian dengan berat memangkas tawaran bantuan dan mengirim £1.000 ke Irlandia. Namun, sultan tetap ingin memberikan bantuan yang lebih besar untuk bencana kelaparan ini.
Inilah jasa pemerintahan Islam yang mampu memberi kesejahteraan kepada rakyatnya melalui ketahanan pangan. Tak ada lagi kelangkaan kebutuhan pokok, yang ada kemakmuran di sepanjang masa. Wallahu a’lam bishshawwab. (*)