Oleh: Syamsudin Kadir
(Penulis Buku “Merawat Indonesia”)
BRIGADIR Jenderal TNI Suhardi, S.I.P., lahir 25 Oktober 1968 di Jepara, Jawa Tengah. Ia merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 1990. Sosok yang akrab disapa Jenderal Suhardi ini adalah sosok Jenderal yang istimewa di Tentara Nasional Indonesia (TNI). Bila menelisik lebih jauh, sosok ini layak menjadi sumber motivasi dan inspirasi bagi keluarga besar TNI dan masyarakat umum.
Hal tersebut paling tidak disebabkan oleh beberapa sebagai berikut, Pertama, akrab dengan anggota. Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang akrab dengan anggota atau bawahannya. Ia tidak membeda-bedakan bawahannya hanya karena jabatan dan statusnya. Sebab baginya, anggota adalah bagian tak terpisahkan dari dirinya sendiri sebagai pemimpin atau pimpinan.
Keakraban dengan anggota dapat dipahami dari kedekatannya dengan para anggota di berbagai momentum dan tempat pada saat dirinya memimpin pasukan tertentu atau menjabat sebagai pejabat tertentu. Anggota pun merasakan betapa sosok ini akrab dengan anggota dalam berbagai tugas. Baik yang bersifat normal maupun yang bersifat khusus.
Misalnya, selama menjadi komandan khususnya komandan Raider 900 Bali, Kodam IX/Udayana, para anggota merasakan kepemimpinannya. Bukan saja sebagai komandan tapi juga seperti sosok ayah yang mengayomi dan melindungi anggota. Setiap keluhan anggota didengar dan ditindaklanjuti, sehingga anggota pun merasa didengar, dihargai dan diperhatikan.
Kepedulian Jenderal Suhardi pada anggota pun tidak dibuat-buat. Beberapa kesempatan diantara anggota ada yang sakit, ia selalu menjenguk dan memastikan pengobatannya berjalan dengan baik, sehingga mereka kembali sembuh dan menjalankan tugas negara. Begitu juga bila anggota mengalami masalah keluarga yang cukup rumit, ia selalu membantu menyelesaikannya dengan baik dan tanpa ekses apapun.
Selain itu, pada saat menjadi Komandan Batalyon 900 Raider Dandim Buleleng dan Komandan Secata A, ia suka mengajak anggota makan di warung pedagang yang berada di pinggiran jalan. Sehingga ia dan anggotanya pun berbaur dengan masyarakat biasa yang tidak memiliki jabatan apa-apa. Kepedulian dan sikap semacam inilah yang membuatnya dikenal sebagai sosok yang sederhana dan akrab dengan anggota. Bahkan memiliki kepedulian yang sangat tinggi pada anggota dan masyarakat.
Kedua, akrab dengan masyarakat. Keakraban dengan masyarakat dibuktikan dengan kemampuannya untuk menjaga hubungan baik dan bekerjasama dengan masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Misalnya, kerja bakti dalam rangka menjaga kebersihan lingkungan, kegiatan olahraga bersama masyarakat, bakti sosial, sunatan masal, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Selain kegiatan sosial kemasyarakatan semacam itu, ia juga menjaga keakraban dengan tokoh agama, tokoh masyarakat dan antar berbagai elemen masyarakat yang beragam profesi dan latar belakang. Hal ini, misalnya, ketika ia bertugas di Singaraja, Bali. Ia sukses menjaga keharmonisan masyarakat yang heterogen. Masyarakat pun merasakan kehadirannya pada setiap berbagai kegiatan. Bahkan karena itu jugalah mobil dinasnya dikenal oleh masyarakat. Hal ini membuatnya bukan saja akrab dengan masyarakat, tapi juga menempatkannya di hati mereka sebagai sosok tentara yang mengayomi dan melindungi.
Ketiga, penjaga soliditas dan pemersatu anggota. Berbagai pengalamannya sebagai komandan, membuktikan bahwa sosok ini memang sosok yang nyaman bagi semua anggota juga koleganya sebagai pimpinan. Baginya, menjaga soliditas adalah kunci utama terjaga persatuan bangsa. Bila TNI solid maka akan dengan sendirinya masyarakat mampu meniru atau mencontoh. Bahkan masyarakat bakal berperan aktif dalam membantu menjaga stabilitas bangsa, minimal di lingkungannya masing-masing.
Satu hal yang menarik, pada setiap kali menyampaikan pidato atau sambutan, ia selalu memberi ilustrasi sapu lidi. Menurutnya, satu lidi bekerja sendirian maka ia tak mampu membersihkan sampah. Mungkin ada saja sampah yang dibersihkan, namun biasanya itu hanya sampah kecil. Sementara bila lidi-lidi disatukan dalam satu ikatan yang kuat maka besar kemungkinan sampah kecil dan besar pun bisa dibersihkan.
Begitu jugalah TNI, bila mampu menjaga kesolidan maka akan dengan sendirinya mampu menjalankan tugas-tugas besar dan berat di berbagai momentumnya. Soliditas TNI akan menjadi kunci terwujudnya soliditas bahkan persatuan bangsa. Masyarakat pun mendapatkan keteladanan yang nyata bagaimana seharusnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Bila TNI dan masyarakat bersatu padu maka tantangan dan hambatan apapun akan bisa dilalui dengan mudah. Namun bila tak bersatu maka akan terjadi instabilitas nasional, yang pada gilirannya hanya akan tercerai berai.
Sosok yang berpenampilan sederhana, suka senyum, dan akrab dengan semua kalangan ini cukup cemerlang dalam berkarir di TNI. Misalnya, pernah menjadi Komandan SAT-81 Kopassus (2005-2006), Komandan Batalyon Infanteri 900 Raider (2007-2009), Komandan Secara A (2009-2010), Komandan Kodim Singaraja (2011-2012), Komandan Grup 2/Kopassus (2012-2013), Inspektur Kopassus (2013), dan Komandan Korem 071/Wijayakusuma (2017-2018).
Kemudian, ia juga pernah menjadi Paban IV/Ops Sops TNI (2018-2019), Asops Kaskogabwilhan I (2019-2020), dan Kapoksahli Kogabwilhan I (2020-2021). Lalu sejak 19 Juli 2021 silam sampai saat ini (2022) ia mengemban amanat sebagai Kepala Kelompok Staf Ahli Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia atau Kapoksahli Bais TNI.
Jika ditelisik dari kepribadian, kepedulian dan berbagai jabatan yang ia emban, dapatlah dikatakan bahwa sosok yang mengidolakan Jenderal Soedirman ini adalah sosok yang berjiwa kestaria, peduli, respek dan sederhana. Sangatlah layak bila ia dipercaya dan mendapatkan amanah sebagai pejabat penting di tubuh TNI di berbagai momentumnya. Begitulah ia membuktikan seluruh pengabdiannya bagi bumi pertiwi.
Bila saja sosok ini mendapat tugas atau mandat negara untuk memimpin TNI pada jabatan yang lebih strategis, misalnya, menjadi Pangdam Jaya, Pangdam Brawijaya, dan Pangdam Siliwangi, atau bahkan menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), maka sosok ini bisa menjadi model bagi TNI sebagai Soedirman baru.
Apapun itu, sosok ini bukan pengejar dan peminta jabatan, namun bila diberi mandat untuk memimpin di struktur yang lebih strategis, tentu sebagai seorang tentara ia selalu siap untuk melaksanakannya secara ksatria dan profesional. Bukan untuk pamer diri dan membusungkan dada, tapi sebagai wujud nyata kecintaannya pada TNI, bangsa dan negara tercinta Indonesia. (*)