Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis buku “Merawat Indonesia”
RABU, 18 Januari 2023, teman saya Sutan AJI Nugraha (Mas Aji) mengadakan acara bedah bukunya yang berjudul “Bunga Rampai Seorang Ideolog”. Buku setebal 160 halaman terbitan Penerbit Ganding Pustaka, Yogyakarta, Desember 2022 ini merupakan bunga rampai tulisan penulis berupa artikel yang pernah dimuat di berbagai surat kabar selama beberapa tahun terakhir. Sehingga buku ini bisa disebut sebagai antologi tulisan penulis yang sejatinya sudah biasa dibaca oleh pembaca di Kota Cirebon dan sekitarnya.
Pada acara yang diadakan di Aula Hotel Prima dan dihadiri oleh Wakil Walikota Cirebon Hj. Eti Herawati, para politisi, tokoh muda, dan para pegiat dari berbagai latar belakang ini Mas Aji menyampaikan poin inti dari buku yang didaulat sebagai Jilid II dari buku Jilid I ini. Hal ini dipahami dari yang sampaikan menjelang keluar dari tempat acara dan terlihat dari beberapa meja bundar yang diapit oleh beberapa kursi yang berada di tepat acara. Selain itu, ada beberapa aktivitas pemuda dan mahasiswa yang asyik “ngobrol” di sudut sekitar tempat kami berbincang dan bercanda. Termasuk sahabat muda Jaka Permana (Mas Jaka).
Saya sendiri termasuk yang terlambat menghadiri acara ini. Bahkan hadir setelah acara selesai. Walau begitu, ketika saya hadir di tempat acara, penulis dan beberapa tokoh masih berada di lokasi. Mereka “ngobrol” asyik dan santai dalam beragam tema obrolan. Saya tak menyangka pada forum ini juga saya bisa silaturahim kembali dengan senior saya H. Eman Sulaeman Ketua DPC Gerindra Kota Cirebon dan sahabat saya Mas Fitrah Malik anggota DPRD Kota Cirebon fraksi Gerindra.
Saya sama sekali belum membaca keseluruhan isi buku suami dari Mba Ishtar Vie penulis novel “Mengejar Cakrawala” ini. Tapi secara umum tulisannya sudah saya baca di berbagai koran atau surat kabar yang memuat tulisannya selama ini. Bagaimana pun, kala mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di Kota Cirebon, ia adalah aktivis mahasiswa. Pasca kuliah, ia pun masih memilih jalan sebagai aktivis yang akrab dengan aktivitas intelektualisme dan aktivisme. Selain berdiskusi, ia juga aktif menulis di berbagai surat kabar.
Saya sendiri belum begitu mengenal akrab dengan penulis yang akrab dengan semua kalangan ini. Walau begitu, pada tulisan ini saya hendak mengapresiasinya dengan beberapa poin sebagai berikut, pertama, sosok aktivis yang intelektual. Baginya, penikmat dinamika sosial tidak cukup menonton apa adanya, tapi mesti direspon secara sadar dengan basis intelektualisme yang sadar pula. Menyaksikan kondisi stagnasi tak selalu dilihat dari apa adanya, tapi lebih dari itu, dari kacamata filsafat dan ideologi tertentu. Hal ini bisa dibaca pada bukunya ini, khususnya Bab I yang mengulas “Gerakan” dan Bab IV yang mengulas “Proxy War”.
Kedua, pejuang yang gelisah. Hal itu terbaca dari tulisannya di berbagai surat kabar, termasuk yang kini diterbitkan jadi buku, saya bisa memahami latar perspektif dan domain konten yang tekuni selama ini. Minimal sepintas yang saya baca, tentu dugaan saya belum tentu benar adanya. Tapi paling tidak, dari bukunya ini, saya memahami bahwa dirinya adalah sosok yang gelisah pada stagnasi sekaligus haus akan perubahan. Hal ini dapat dipahami dari Bab II bukunya yang mengulas “Politik”, Bab III yang mengulas “Pemerintahan”.
Ketiga, pegiat literasi yang pro aktif. Ia setahu saya ia adalah pegiat literasi yang pro aktif merespon berbagai isu. Walau tulisannya lebih sering dimuat di Kabar Cirebon, sementara di Radar Cirebon nyaris jarang, namun ia tergolong aktif menulis. Bila ia rajin mengirim tulisan ke Kabar Cirebon, maka saya aktif mengirim tulisan di Radar Cirebon. Sesekali saya membaca tulisannya, cukup “memantik” kesadaran sekaligus adrenalin. Minimal untuk mengokohkan kembali semangat literasi pada diri.
Bila tulisan Mas Aji sudah diterbitkan menjadi beberapa buku, termasuk yang dibedah hari ini, maka tulisan saya yang dimuat di berbagai surat kabar sudah diterbitkan di berbagai buku seperti “Merawat Indonesia”, “Pendidikan untuk Bangsa”, “Melahirkan Generasi Alpha Berjiwa Pancasila” dan “Selamat Datang Di Kota Cirebon” dan masih banyak lagi. Selain itu, buku saya yang segera terbit diantaranya beberapa buku seperti “Muhammadiyah; Ide, Narasi dan Karya”, “Beginilah Cara Orang Go Blog Menulis Buku”, dan beberapa naskah lainnya.
Dalam waktu dekat saya berupaya untuk membaca dan menelisik buku Mas Aji yang berlatar warna merah dan putih ini. Bukan untuk bergaya-gaya, tapi sebagai apresiasi pada karya literasi terutama buku yang belakangan ini kerap ditepikan oleh sebagian kalangan. Ya, wujud sederhana melek literasi adalah kita semakin semangat untuk mengenal diri, dari potensi hingga apa saja yang mesti kita tunaikan sebagai warga negara. Termasuk mengakrabkan diri dengan buku: membaca dan menulisnya. Berkontribusi secara ril memang sisi idealnya, namun menulis sebagai media menawarkan gagasan adalah sisi sederhananya. Semangatnya tetap sama: geliat literasi, majukan Indonesia!. (*)