CIREBON, fajarsatu.com – Harga beras mahal saat ini tidak berarti bagi petani, malah membuat petani sengsara.
Hal itu disampaikan Ade Firdaus, Kuwu Guwa Kidul dan juga wakil dari Forum Komunikasi Kuwu Cirebon (FKKC) kecamatan Kaliwedi kabupaten Cirebon, Rabu (8/2/2023).
Menurut Ade, saat sekarang harga beras mahal, tapi tak berarti bagi petani, bahkan harga beras mau mahal atau murah, bagi petani tak berarti apa-apa.
“Petani sekarang, saat menjual gabah pada waktu panen dan harga gabah murah hanya Rp 400 ribu per kwintal,” katanya.
Jadi, tambahnya, kalau sekarang harga beras mahal karena harga gabah mahal, percuma saja bagi petani tidak menguntungkan petani, karena sekarang petani sudah tak memiliki gabah.
“Yang membuat petani senang saat panen harga gabah mahal, kalau sekarang harga gabah mahal, harga beras mahal, percuma saja karena petani sekarang sudah tak memiliki apa-apa,” ujarnya.
Dikatakan Ade, petani sekarang tidak seperti dulu saat panen gabah disimpan, tapi kalau sekarang saat panen gabah langsung dijual dengan harga murah.
“Coba bisa tidak pemerintah saat panen, harga gabah mahal seperti sekarang capai Rp 700 ribu per kwintal, jangan terbalik saat panen harga gabah murah, sekarang petani sudah tak memiliki apa-apa harga gabah mahal,” ucap Ade.
Dikatakannya, petani sudah banyak beban seperti mencari dana biaya pengelolaan lahan, mencari pupuk subsidi yang sulit.
“Kalau pupuk subsidi tidak ada terpaksa petani harus membeli pupuk nonton subsidi yang harganya mahal,” ujarnya.
Menurut ade, harga beras yang mahal karena harga gabah mahal tak berarti bagi petani. Petani tetap aja sengsara.
“Jadi yang diuntungkan saat sekarang harga beras mahal, ya pedang beras, bos beras, para petani tetap aja sengsara,” ujarnya.
Kuwu Ade berharap, pemerintah harus bisa mensejahterakan petani. Dirinya mencontohkan, di luar negeri misalnya di Australia buruh pemetik buah apel bisa dibayar Rp 40 juta per bulan.
“Ini sangat luar biasa diluar negeri buruh pemetik apel di bayar Rp 40 juta, di Indonesia bisa tidak, contohnya pemetik buah apel di wilayah Pemalang coba berapa di bayarnya,” katanya. (de)