Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Menjadi Pendidik Hebat” dan Santri Ponpes Nurul Hakim 1996-2002
SALAH satu tujuan bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tertera dalam pembukaan UUD 1945, “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Bila menelisik UU Nomor Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, kita juga menemukan klausul semakna. Dimana pada intinya pendidikan nasional Indonesia bertujuan untuk melahirkan peserta didik yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia, di samping hal lain yang juga penting.
Mencerdaskan kehidupan bangsa dilalui dengan banyak cara diantaranya melalui proses pendidikan yang terencana dan terjaga. Pendidikan semacam itu akan menggapai tujuan utamanya manakala tersedia para pendidik yang berkualitas. Pendidik sendiri ada banyak, dari orangtua hingga dosen dan guru atau sebutan lainnya. Pendidik, khususnya guru yang berkualitas sangat menentukan kualitas proses pendidikan. Guru yang berkualitas bakal berdampak pada keberhasilan proses pendidikan itu sendiri.
Berkaitan dengan hal ini saya teringat dengan guru saya, seorang ulama terkemuka asal Nusa Tenggara Barat (NTB), TGH. Safwan Hakim (alm.). TGH. Safwan merupakan pendiri sekaligus pelanjut kepemimpinan Ayahanda beliau, TGH. Abdul Karim, Pondok Pesantren Nurul Hakim (NH) di Kediri, Lombok Barat, NTB. Sejak nyantri di NH sejak 1996 hingga 2002 silam saya dan para santri lainnya selalu mendapatkan wejangan dari sosok yang murah senyum ini. Terutama agar kami para santrinya kelak menjadi sosok pendidik yang berkualitas dan layak diteladani.
“Kalau kita ingin melahirkan orang-orang hebat maka kita mesti mampu melahirkan guru-guru yang berkualitas,” begitu ungkap beliau pada sebuah video rekaman di kalangan alumni NH beberapa waktu belakangan ini. Pada dasarnya, ungkapan itu, bukan sekali beliau sampaikan. Justru beliau sampaikan berkali-kali pada banyak pertemuan dan momentum. Baik kepada para santri ketika beliau mengisi berbagai pengajian, maupun kepada para pembina atau tenaga pengajar di NH. Sebagai pengingat paling apik berapa beliau adalah sosok pendidik hebat yang layak kita teladani.
Menurut TGH. Safwan, kualitas pendidikan ditentukan oleh beberapa hal sebagai berikut: Pertama, guru yang berkualitas. Guru berkualitas sangat berpengaruh kepada proses pendidikan yang sedang berlangsung pada peserta didiknya. Guru berkualitas memiliki niat ikhlas dan paham pendidikan itu sendiri. Penguasaan materi belajar atau studi saja tidaklah cukup. Karena itu, guru perlu banyak belajar sehingga sampai level kualitas tertentu. Guru tidak boleh merasa cukup dengan apa yang sudah diketahuinya, ia mesti terus meningkatkan kompetensinya sebagai pendidik.
Kedua, guru yang berkualitas mesti memiliki kekuatan ilmu, iman dan amal. Guru yang baik adalah guru yang tak puas dengan ilmu yang sudah dipahami saat ini. Ia selalu berusaha agar apa yang diketahuinya kini bertambah dengan proses belajar terus menerus. Ia juga mesti iman yang kuat. Ia mesti memiliki keyakinan yang kuat bahwa sumber ilmu sejatinya adalah Allah, sementara dirinya hanyalah berusaha menyampaikan apa yang Allah miliki dan ketahui. Sehingga ia tidak tergoda untuk riya’ dan sombong, ia fokus menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sebagai amal nyata seorang pendidik.
Ketiga, guru berakhlak yang baik. Guru adalah penerang bagi peserta didiknya. Ia mesti kemuliaan tujuan dalam menjalankan profesinya. Dan salah satu sumber kemuliaannya adalah akhlak baiknya. Akhlak baik tidak terbentuk seketika, namun dilalui proses panjang. Sehingga akhlak baik tidak sekadar terlihat atau nampak baik, tapi benar-benar terbangun dari jiwa yang juga baik. Jiwa yang baik akan tercermin dari perilaku sehari-hari, sehingga layak menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya.
Keempat, memahami metode pengajaran dan pembelajaran sesuai dengan potensi anak didiknya. TGH. Safwan juga tentu tidak menafikan perlunya guru memahami metode pengajaran. Sebab ilmu atau materi ajar akan dipahami dengan baik oleh peserta didik manakala disampaikan dengan cara yang tepat. Hal lain, guru juga mesti paham metode pembelajaran sesuai dengan potensi anak didiknya. Sehingga ia bisa menyesuaikan proses mengajar dan pembelajaran yang komprehensif dan konektif dengan kondisi peserta didik.
Kelima, peserta didik yang punya cita-cita tertinggi. Peserta didik semacam ini dapat disebut juga sebagai peserta didik yang hebat. Kehebatan peserta didik tidak selalu diukur dengan banyaknya pengetahuan dan luasnya wawasannya. Sebab kehebatannya juga ditentukan oleh niatnya yang terjaga dengan baik. Niat mencari dan mendalami ilmu apapun mesti dalam bingkai Lillah, bukan untuk yang lainnya. Peserta didik juga harus taat pada guru sebagai pembimbing dan pengaruh proses belajarnya. Selain itu, mesti berkorban dalam belajar, baik waktu dan tenaga maupun materi atau harta juga kesabaran sekaligus kesyukuran.
Apa yang disampaikan oleh TGH. Safwan terkonfirmasi juga pada penjelasan para ulama terdahulu. Bila kita mengkaji pemikiran Imam Syafi’i, sang ulama terkenal di kalangan umat Islam di seluruh dunia, beliau menyebutkan beberapa syarat dalam mencari ilmu. “Saudaraku, tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam perkara yang akan saya beri tahukan perinciannya yaitu (1) kecerdasan, (2) semangat, (3) sungguh-sungguh, (4) berkecukupan, (5) bersahabat (belajar) dengan ustadz (guru), dan (6) membutuhkan waktu yang lama,” ungkap beliau.
Proses pendidikan adalah proses terencana dan terus menerus dengan segala elemen penting yang mesti ada dan dibutuhkan di dalamnya. Proses pendidikan yang berkualitas sangat ditentukan oleh kualitas guru. Guru yang berkualitas tidak merasa cukup dengan apa yang diketahui dan dipahaminya saat ini. Ia terus belajar, termasuk berbenah diri dan tingkah lakunya, serta akhlak baiknya yang terjaga dengan baik. Peserta didik juga mesti memiliki kualitas tersendiri, terutama dalam menjaga niat, ketaatan dan kesungguhan juga pengorbanannya dalam belajar.
Gagasan yang disampaikan oleh TGH. Safwan sejatinya menjadi alarm bagi siapapun terutama bagi alumni NH tentang betapa pentingnya pendidikan yang berbasis pada landasan yang kuat dan aksi yang nyata. Beliau tidak sekadar menyampaikan gagasan tapi sudah menjalankannya di lingkup pendidikan yang ada di Nurul Hakim dari dulu hingga kini. Sehingga sangat wajar bila alumni NH terkenal dengan kualitasnya yang berbeda dengan lulusan lembaga pendidikan lainnya. Semoga apa-apa yang disampaikan oleh TGH. Safwan menjadi perhatian dan teladan bagi kita semua dalam menjalankan proses pendidikan kini dan di masa yang akan datang! (*)