CIREBON, fajarsatu.- Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Cirebon telah menganggarkan dana sekitar Rp 25 miliar untuk 10.500 warga yang keanggotaan BPJSnya sudah dihentikan oleh pemerintah pusat.
Hal tersebut diungkapkan Wali Kota Cirebon, H. Nashrudin Azis usai menghadiri rapat paripurna DPRD Dalam Rangka Persetujuan dan Pencabutan Terhadap Raperda juga Penetapan Perubahan Rencana Kerja (Renja) DPRD Kota Cirebon tahun 2020, Senin (23/12/2019).
“Itu sudah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan saat ini sudah dianggarkan. Ini berarti, masyarakat Kota Cirebon masih bisa menikmati layanan kesehatan seperti biasa,” ungkap Azis.
Peanggaran dana tersebut, lanjutnya, terkait banyaknya aspirasi masyarakat yang disampaikan dalam laporan reses anggota DPRD Kota Ciebon, di antaranya tentang BPJS Kesehatan dan persoalan air bersih di Kota Cirebon.
“Tentang BPJS Kesehatan, di tahun 2020 pemda sudah menyiapkan anggaran untuk peserta yang terkena efisiensi pemerintah pusat,” ungkap Azis.
Dikatakayannya, untuk itu pihaknya meminta anggota DPRD ikut memilah siapa saja yang memang membutuhkan. Dikabarkan sebelumnya, sebanyak 10.591 peserta BPJS Kesehatan dari sektor Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PB JK) APBN Non BDT di Kota Cirebon dinonaktifkan.
Penonaktifan kepesertaan BPJS tersebut merupakan kebijakan dari pemerintah pusat melalui Kementrian Sosial (Kemensos). Kemensos menilai sejumlah penerima BPJS PBI non BDT dianggap sudah mampu mandiri.
Pihak Pemda Kota Cirebon sudah memberikan berbagai arahan dan koordinasi kepada seluruh SKPD dan pejabat terkait. Anwar menegaskan sudah membahas bagaimana langkah yang pas agar penerima bantuan PBI JK non aktif tetap terakomodir.
Selain itu, pemkot juga terus berkoordinasi dengan pemerintah pusah untuk menyikapi penontakfitan penerima bantuan PB JK non aktif di Kota Cirebon.
Dalam satu kesempatan, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSPPPA) Kota Cirebon, Iing Daiman menjelaskan, pihaknya telah mencari solusi terkait penonaktifan peserta BPJS sektor PBI.
Penonaktifan tersebut, katanya, merupakan kebijakan dari pemerintah pusat melalui Kementrian Sosial (Kemensos).
Iing menyebutkan, beberapa solusi tersebut yakni menawarkan kepesertaan BPJS mandiri. Namun, kata dia, dengan catatan warga yang mendaftar mandiri tidak perlu lagi menunggu waktu 14 hari kerja untuk aktivasi.
Saat mereka membuat BPJS secara mandiri, saat itu juga bisa langsung aktif begitu membutuhkan layanan kesehatan. Solusi lain yakni dengan menganggarkannya ke dalam APBD. “Tapi yang menjadi masalah, APBD kita terbatas,” kata Iing. (FS-7)