KUNINGAN, fajarsatu.- Jika memandang Gunung Ciremai dari sisi utara, terdapat lekukan bukit ‘botak’ yang amat mencolok karena memanjang dari bawah hingga pertengahan lereng dengan prakiraan ketinggian 2.500 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Warna area ‘botak’ ini selalu lebih muda bila dibandingkan dengan warna hutan alam yang mengapitnya.
“Jalur Ula. Itulah nama yang diberikan masyarakat setempat kepada area ‘gundul’ ini”, ungkap Beni, pengelola wisata alam Lambosir, desa Setianegara, Cilimus, Kuningan, Jawa Barat.
Dalam bahasa Sunda orang Kuningan, kata “Ula” memiliki arti ular. Lantas kapan dan bagaimana Jalur Ula ada?.
Menurut berbagai sumber lisan, Jalur Ula tercipta jauh sebelum gunung Ciremai menjadi taman nasional yakni saat erupsi lima abad lalu pada 3 Februari 1698.
Bencana erupsi tersebut sesuai catatan laporan seorang Belanda, Brascamp pada 1919 yang menuliskan, “Gunung di Cirebon telah roboh yang mengakibatkan air begitu tinggi hingga merusak tanah daerahnya dan menyebabkan korban manusia”.
Mungkin saja saat itu lahar dan lava erupsi gunung Ciremai menuruni lereng utara dan menerjang area kecamatan Mandirancan dan Pasawahan, Kuningan. Walhasil terciptalah Jalur Ula seperti yang bisa kita saksikan sekarang.
Mengapa Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) tidak menanami Jalur Ula supaya tidak ‘gundul’?.
Lokasi Jalur Ula sulit dijangkau karena memiliki kemiringan lereng dan jurang yang terjal serupa sungai kering.
Selain itu, sebagian besar badan Jalur Ula merupakan area batu bertanah. Batuan tersebut berupa lempengan besar yang halus dan mengkilap.
Sebenarnya Jalur Ula tidak ‘gundul’ sepenuhnya sebab area tersebut ditumbuhi perdu, semak belukar, dan ilalang yang hidup di antara celah batu bertanah. Oleh karenanya pada musim kemarau, area ini sangat rawan terbakar.
Saat hujan lebat, air kerap memenuhi Jalur Ula dan mengalir ke sungai-sungai kecil di bawahnya. Namun ketika hujan usai, air itu pun ikut lenyap.
Pada vegetasi terbuka seperti Jalur Ula ini biasanya menjadi ‘markas besar’ satwa liar seperti aneka jenis serangga, burung, reptil, dan mammalia.
Tak perlu “hiking” di Jalur Ula untuk menikmati eksotismenya karena sangat berbahaya. Sobat cukup mengunjungi wisata alam Bukit Lambosir saja. Di sana sobat bisa kemping ceria. Jangan lupa bijak berwisata alam. (FS-2)
Sumber: Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC)