SUMBER, fajarsatu.- Memasuki kawasan Keramat Talun Pangeran Cakrabuana Mbah Kuwu Sangkan di Desa Cirebon Girang, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, bagai memasuki kisah awal berdirinya, Kerajaan Islam Cerbon yang berlokasi Keraton Pakungwati (sekarang sisi timur Keraton Kasepuhan).
Juru bicara Keramat Talun, Mochamad Tohir menuturkan, Pangeran Cakrabuana merupakan putra mahkota Kerajaan Pajajaran, berjuluk Pangeran Walangsungsang. Karena berbeda prinsip dalam hal agama dengan ayahnya, Prabu Siliwangi, pada usia 14 tahun Pangerang Walangsungsang keluar dari Kerajaan Pajajaran menuju Gadog di Garut.
Di sana, lanjutnya, ia diakui oleh Ki Danurwarsih sekaligus mertuanya karena anak Ki Danuwarsih, Nyi Endang Geulis dinikahi Pangeran Walangsungsang. Bersama istrinya, ia berguru kepada Sech Nurjati alias Sech Dahtul Kahfi di Cirebon.
Setelah diterima menjadi murid Sech Dahtul Kahfi, Pangeran Walangsungsang diganti nama oleh gurunya menjadi Ki Somadullah sambil dilepas untuk mencari daerah pedukuhan. Ia mulai membabat hutan di Kebon Sisir untuk dijadikan sebuah pemukiman.
Seiring waktu, pemukiman tersebut makin membesar menjadi sebuah kadipaten yang bernama Kadipaten Caruban. Berdirinya kadipaten tersebut mendapat dukungan dari Prabu Siliwangi. Sejumlah nama yang disandang Pangeran Walungsungsang disesuikan dengan berbagai peristiwa yang dialaminya.
Berdasarkan kisah perjalanannya, putra pertama Raja Pajajaran ini mempunyai lima nama selain Walangsungsang yaitu Ki Somadullah, Haji Abdullah Iman (usai melaksanakan ibdah haji), Pangeran Cakrabuana dan Mbah Kuwu Sangkan, saat menjadi kuwu menggantikan Ki Gede Alang-alang.
Nama Pangeran Cakrabuana alias Mbah Kuwu Sangkan tersebut disandangnya mulai terbentuknya Kadipaten Caruban hingga menjadi Kerajaan Islam Cerbon pada 1482 M yang bertempat di Keraton Pakungwati.
Namun, berdirinya kerajaan tersebut tidak menjadikannya sebagai raja karena jabatan itu diserahkan kepada keponakannya sekaligus menantunya yaitu Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati yang menikahi Putri Pakungwati.
Setelah dirasa Kerajaan Islam Cirebon mapan dan aman, Mbah Kuwu Sangkan kembali ke Cirebon Girang untuk mengsyiarkan Islam dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta hingga menghenbuskan nafas terakhir dan dimakamkan di Gunung Sembung.
Dituturkan Tohir, perjalanan Mbah Kuwu Sangkan bagai lingkaran yang bersatu dalam satu titik, yakni Cirebon Girang. Mulai dari peringgahan di Cirebon Girang hingga melakukan pengembaraan panjang hingga terbentuknya Kerajaan Islam Cerbon dan kembali ke Cirebon Girang.
Saat ini, lokasi tersebut dikenal Keramat Talun Pangeran Cakrabuana Mbah Kuwu Sangkan Cirebon Girang. Menurut Tohir, banyak masyarakat Cirebon dan luar Cirebon mengunjungi situs untuk melakukan tahlilan berjamaah di masjid yang didalamya terdapat dua makam.
“Makam itu bukan bukan makam Mbah Kuwu Sangkan tetapi makam santri untuk membantu Mbah Kuwu dalam menjalankan syiar Islam,” jelas Tohir.
Untuk mencapai lokasi situs, pengunjung harus menggunakan kendaraan sendiri karena lokasi situs tidak dilalui angkutan umum. Pengunjung tidak perlu khawatir bakal tersesat jalan karena disepanjang jalan sudah dilengkapi papan penunjuk arah. (FS-2)