SUMBER, fajarsatu.- Meskipun saat ini banyak sekali jenis batik, seperti batik cap dan printing di kawasan batik Trusmi, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, namun, batik halus yakni jenis batik tulis punya pangsa pasar tersendiri dan tetap memiliki nilai plus.
Batik yang diproduksi oleh para perajin maupun pengusaha di daerah Trusmi belakangan ini semakin banyak dikenal orang, tidak hanya di dalam negeri, namun hingga mancanegara, terlebih setelah UNESCO membukukan jika batik merupakan warisan budaya dunia.
“Di kawasan batik Trusmi, saat ini, tidak hanya menjajakan kain batik dari daerah tersebut, tapi juga batik dari luar daerah seperti Pekalongan dan lainnya yang harganya jauh lebih murah, padahal, hal itu akan merusak citra dan pasar batik daerah Trusmi sendiri,” kata pengamat batik daerah Jawa Barat, R. Kamaludin, Sabtu (7/12/2019).
Menurut Kamal, kalau para pelaku usaha batik di Trusmi itu konsisten, seharusnya jangan hanya mengejar keuntungan semata dengan mendatangkan batik dari daerah lain, tetapi perlu menjaga citra dan kekhasan batik asal Trusmi.
Di sisi lain, Kamal mengomentari kegaduhan di antara para pelaku usaha batik di daerah tersebut setelah adanya salah satu pelaku usaha yang mengambil nama Batik Trusmi menjadi identitas perseorangan usaha batik.
“Saya merasa prihatin saja jika nama milik publik diklaim untuk nama usaha perseorangan. Apalagi, sejumlah tokoh dan pengusaha batik di daerah setempat sebetulnya telah mengajukan keberatan,” katanya.
Pihak yang berkompeten harusnya jeli persoalan itu, karena jelas bisa memancing kecurigaan pelaku usaha batik lainnya, sebab kawasan batik Terusmi jauh lebih luas dan banyak melibatkan pelaku usaha bukan milik perorangan.
Sementara itu, pelaku usaha batik di Trusmi, yang juga maestro batik Trusmi, Katura membenarkan sempat ada polemik terkait klaim nama perorangan itu, namun, meskipun sudah diprotes banyak sejumlah tokoh pelaku usaha batik, namun tidak memengaruhi yang bersangkutan.
“Kalau nama daerah terus diklaim jadi nama usaha untuk satu kelompok tertentu sebetulnya itu gak boleh,” ungkap pria penerima Upakarti dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2005 ini.
Ditanya pangsa pasar batik produksi Trusmi, Katura bersyukur di tengah maraknya batik saat ini masih memiliki peluang yang bagus. Khususnya untuk jenis batik yang halus yakni batik tulis. Bagi mereka yang mengerti batik tetap melirik batik yang yang berkualitas.
“Banyak orang yang tidak paham soal batik, meskipun orang itu banyak duwit, tapi karena tidak mengerti batik, bisa saja beli batik yang asalan. Berbeda dengan mereka yang mengerti batik dan punya duwit, meskipun harganya mahal mereka tetap membeli batik halus,” katanya, menjelaskan.
Harga batik di kawasan Trusmi bervariasi, tergantung dari jenis kain, proses dan motifnya. Untuk batik jenis cap dan penting harganya jauh lebih murah dari batik tulis. Batik halus dari jenis terakhir ini bisa dibanderol hingga Rp 5 juta lebih per potong. (FS-2)