CIREBON – Menanggapi gugatan ke PTUN Bandung yang dilayangkan Affiati melalui kuasa hukumnya terhadap keputusan DPRD Kota Cirebon tentang pergantian ketua DPRD, Sekretaris PAC Kesambi Partai Gerindra Kota Cirebon, Gading Umbaran menilai, gugatan itu salah kamar dan hanya sekedar untuk mengulur-ulur waktu.
Dikatakan Alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini, dengan melayangkan gugatan ke PTUN sebelum ada putusan kasasi adalah indikasi kuasa hukum Affiati tidak yakin akan menang pada tingkat Kasasi di Mahkamah Agung.
“Yang memprihatinkan gugatan ke PTUN bukan saja salah kamar dan mengulur waktu, namun telah melukai lembaga DPRD, yang saat ini Affiati masih menikmati fasilitasnya,” kata Gading, Sabtu (26/3/2022).
Padahal, tambahnya, DPRD sendiri dalam menerbitkan keputusan sudah sesuai perundang-undangan dengan mempedomani Peraturan DPRD Kota Cirebon Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Tertib DPRD dan PP Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Tatib DPRD Prov, Kabupaten dan Kota.
Masih kata Gading, pergantian Affiati sebagai Ketua DPRD berawal dari adanya keputusan DPP Partai Gerindra yang mengusulkan pemberhentian dan pengangkatan Ketua DPRD kepada DPRD Kota Cirebon.
“Selanjutnya DPRD mengusulkan memberhentikan Affiati melalui rapat paripurna yang hasil rapat tersebut diusulkan kepada Wali Kota Cirebon dan Gubernur Jawa Barat,” kata Gading.
Dengan demikian, tambahnya, permasalahan pokok yang timbul dengan diterbitkannya objectum litis (objek perkara/sengketa), bukanlah mengenai aspek kewenangan, prosedur dan substansi penerbitan semata.
“Namun esensi penerbitan objectum litis adalah disebabkan adanya keputusan DPP Partai Gerindra untuk mengganti kedudukan Affiati sebagai Ketua DPRD Affiati dengan Ruri Tri Lesmana, yang mana hal tersebut merupakan tindakan dari partai politik yang berada di luar ranah hukum administrasi negara,” jelasnya.
Karena esensinya adalah perkara persellisihan partai politik, Gading menjelaskan, bahwa sengketa a quo bukan merupakan sengketa dalam bidang Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Negara), melainkan berada dalam ranah politik yang seharusnya diselesaikan terlebih dahulu dalam Mahkamah Partai sesuai UU parpol dan masih harus ditindaklanjuti dengan tindakan hukum administrasi oleh gubernur untuk meresmikan pemberhentian Ketua DPRD Kota Cirebon.
“Walaupun salah kamar atau mungkin kurang pahamnya kuasa hukum Affiati tentang perkara perselisihan parpol tentunya gugatan itu sah-sah saja dilayangkan, karena pada dasarnya pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan (ius curia novit),” terang Gading.
Dikatakannya, seperti halnya gugatan sebelumnya karena kemungkinan ketidakpahaman atau tidak mampu menganalisa perkara dengan baik, sehingga gugatan Affiati tidak dapat diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atau dengan kata lain Niet Ontvankelijke Verklaard (NO).
“Provinsi Jabar pun terkesan teksbook saja dengan mempedomani AUPB dengan interpretasi sendiri, padahal putusan PN Jaksel adalah putusan sela sehingga dengan dinyatakan tidak dapat diterima itu artinya belum ada gugatan atau dengan kata lain gugatannya nol atau tidak ada gugatan,” pungkas Gading. (irgun)