CIREBON – Integra Indonesia Law Firm Cirebon mengajukan permohonan praperadilan terhadap Kejaksaan Negeri (Kejari) Majalengka atas penetapan tersangka terhadap Y dalam perkara tindak pidana korupsi BPR Majalengka Cabang Sukahaji.
Permohonan praperadilan tersebut sudah didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Majalengka pada Senin (31/10/2022). Sementara Y sudah dilakukan penahanan oleh pihak Kejari Majalengka.
Demikian diungkapkan tim penasehat hukum Integra Indonesia Law Firm, Ade Purnama dan Mohamad Rezza Wiharta dalam konferensi pers di sebuah rumah makan di kawasan Jalan Terusan Pemuda, Kota Cirebon, Selasa (1/11/2022).
Ade menambahkan, terkait penetapan status tersangka harus dilakukan berdasarkan hukum, jika tidak akan menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan atau pengujian terhadap keabsahan melalui lembaga praperadilan.
“Klien kami adalah seorang ibu rumah tangga sekitar 2017 mengajukan pinjaman atas nama Dede Astuti (adik pemohon) kepada BPR Majalengka Cabang Sukahaji,” kata Ade.
Pencaiaran pinjaman tersebut, tambahnya, digunakan untuk membantu Kecon yang terlilit hutang. dan diketahui uang hasil pencairan tersebut oleh sdr. kecon untuk melunasi hutangnya BPR Majalengka Cabang Sukahaji.
Diungkapkan Ade, tak lama setelah pinjamannya cair, Y didatangi Kepala Cabang beserta staf BPR Majalengka Cabang Sukahaji yang meminta secara lisan agar Y membantu memfasilitasi jika ada masyarakat yang membutuhkan pinjaman agar diajukan ke BPR Majalengka Cabang Sukahaji.
“Maka sejak 2018 hingga 2019, Sdri Y istliahnya menjadi mediator masyarakat untuk mengajukan pinjaman ke BPR Majalengka Cabang Sukahaji,” kata Ade.
Pengajuan fasiltas pinjamanan itu, lanjutnya, dengan cara membawa dokumen sesuai persyaratan pengajuan kredit serta mendampingi dalam proses pengajuan kreditnya.
“Atas keberhasilan mendapingi nasabah hingga pinjamannya cair, klien kami telah mendapatkan tanda terimakasih dan penggantian operasional dari beberapa nasabah sebanyak Rp 1,9 juta,” ujarnya.
Disebutkan Ade, pada 2020 SPI Perumda BPR Pusat Kabupaten Majalengka telah melakukan audit dan hasil pemeriksaannya sebanyak 187 nasabah telah melakukan wanprestasi alias macet dan ditemukan adanya dugaan pemalsuan surat jaminan berupa Akta Jual Beli, sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,26 miliar.
Atas kredit macet ini BPR Majalengka meminta pertanggung jawaban atas kredit macet yang dilakukan oleh debitur kepada Y dengan alasan debitur merupakan orang-orang yang dibawa oleh Y dan kliennya pernah membayar kredit beberapa nasabah debitur dari uang hasil pinjaman bank milik suami Y.
“Klien kami telah diperiksa oleh Penyidik Kejari Majalengka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Majalengka Nomor PRINT-01/M2.24/Fd.1/02/2021 tertanggal 25 Februari 2021 dan Surat Sprindik Penetapan Tersangka Nomor B-2406/M.2.24/Fd.1/10/2022 tanggal 05 oktober 2022),” ungkap Ade.
“Terbitnya surat penetapan tersangka karena adanya sangkaan terhadap Pemohon melakukan kerjasama atau bantuan kepada tersangka Feti fatimah dalam melakukan kejahatan pemberian kredit fiktif,” tambahnya.
Masih kata Ade, yang bikin aneh sejak awal periksaan, surat sprindik dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Kejari tidak pernah diperlihatkan kepada Y.
Penetapkan tersangka, kata Ade, hanya didasarkan pada keterangan saksi nasabah dan keterangan tersangka F yang menyudutkan, seolah-olah Y dalang dibalik beberapa debitur dalam mengajukan pinjaman menggunakan agunan AJB yang tidak benar (fiktif) yang nilai agunan tidak sebanding dengan plafond kredit yang dicairkan.
Dikatakannya, alasan permohonan praperadilan terhadap Kejari Majalengka karena dalam menetapkan tersangka pihak Kejari hanya berdasarkan satu alat bukti, yaitu saksi-saksi.
Ade menyebut, dalam sistem hukum acara pidana indonesia yang dikenal dengan alat bukti yang sah tercantum jelas dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk dan Keterangan Terdakwa.
“187 debitur macet tidak logis jika harus dipertanggungjawabkan kepada Sdri Y karena kliennya tidak mempunyai sedikitpun kewenangan terhadap jalannya pencairan atas pengajuan kredit. Hal ini didasari oleh fakta bahwa sistem perbankan ada mekanisme, sop yang hanya orang-orang internal yang dapat melakukan proses pencairan,” tandasnya.
Selain itu, Kejari juga tidak pernah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP dan walaupn ada temuan kerugian negara berdasarkan hasil audit BPK, hasil audit BPK tak bisa serta merta menjadi bukti untuk pertanggungjawaban terhadap Y.
“Berdasarkan uraian peristiwa, fakta dan dasar hukum pembuktian dalam pidana tidak terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menunjukan tentang adanya tindak pidana korupsi dalam perkara aquo, sehingga dengan demikian jelas bahwa Sdi Y telah menetapkan pemohon berstatus sebagai tersangka tidak berdasarkan, bukti permulaan yang cukup yaitu minimal dua alat bukti,” pungkas Ade. (irgun)