BANDUNG, fajarsatu.com – Masalah backlog perumahan di Jawa Barat kian memprihatinkan. Menurut Anggota Komisi IV DPRD Jawa Barat, Daddy Ronady, hingga tahun ini backlog perumahan di provinsi ini mencapai angka 2,8 juta unit. Hal ini berarti sekitar 14 juta warga Jawa Barat tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah layak huni. Situasi ini semakin diperparah dengan tingginya harga tanah dan rumah yang tidak terjangkau oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
“Banyak keluarga terpaksa tinggal berdesakan, dengan satu rumah dihuni oleh dua hingga tiga keluarga,” kata Daddy kepada wartawan, Kamis 7 November 2024. “Ini realitas yang menyedihkan, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa harga rumah layak huni memang sulit dijangkau.”
Daddy menyoroti langkah Pemprov Jawa Barat yang justru mengurangi anggaran perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) pada tahun 2025. Dari 2.600 unit pada tahun sebelumnya, jumlah ini dikurangi menjadi hanya 1.250 unit. Angka ini jauh dari target beberapa tahun sebelumnya yang mampu mencapai hingga 31.000 unit.
“Ironis sekali melihat pengurangan ini, padahal kebutuhan perbaikan Rutilahu di berbagai kabupaten/kota sangat tinggi,” tegas Daddy. “Misalnya, Kota Bandung saja mengajukan perbaikan untuk 10.000 unit Rutilahu.”
Menurut Daddy, salah satu kendala dalam penanganan masalah ini adalah regulasi yang membatasi perbaikan Rutilahu di lahan dengan luas antara 10 hingga 15 hektar untuk ditangani Pemprov Jawa Barat. Untuk luas di bawah 10 hektar, penanganan menjadi kewajiban pemerintah kabupaten/kota, sementara di atas 15 hektar menjadi tanggung jawab pemerintah pusat melalui Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).
“Ini menyebabkan banyak pengajuan dari daerah dengan kebutuhan mendesak menjadi terbatas karena kendala regulasi. Padahal, kawasan dengan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) rendah, seperti Kabupaten Cirebon dan Indramayu, sangat membutuhkan dukungan perbaikan hunian,” ujar Daddy.
Daddy juga menyoroti pentingnya pendekatan kolaboratif antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam mengatasi permasalahan perumahan di Jawa Barat. Ia menegaskan bahwa Provinsi Jawa Barat harus mendapatkan alokasi setidaknya 20% dari kebutuhan nasional untuk mendukung pembangunan rumah layak huni bagi MBR, yang kini jumlahnya mencapai sekitar 3 juta unit.
“Namun, pembangunan tidak boleh hanya terpusat di kota-kota besar,” tambahnya. “Wilayah pesisir dan kawasan kumuh juga membutuhkan perhatian agar pembangunan perumahan di Jawa Barat dapat lebih merata.”
Daddy mengusulkan konsep perumahan vertikal sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan di Jawa Barat. Ia mencontohkan bahwa di negara-negara maju, pengembangan perumahan menggunakan sistem bagi hasil dengan pemilik lahan asli. “Jika fasilitas umum seperti listrik dan air sudah memadai, konsep hunian vertikal dapat menjadi solusi efektif,” jelasnya.
Kondisi backlog perumahan di Jawa Barat ini menggambarkan urgensi kebijakan yang lebih responsif dan inklusif untuk memastikan setiap warga dapat menikmati hunian yang layak. “Semoga Jabar mendapat bantuan yang cukup besar mengingat hampir 20% penduduk Republik Indonesia tinggal di Jabar,” pungkas wakil rakyat dari Partai Gerindra dapil Cirebon-Indramayu itu. (daddy)