Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Kang Dedi Mulyadi: Memimpin dengan Hati”
GUBERNUR Jawa Barat Dedi Mulyadi atau Kang Dedi Mulyadi (KDM) menjadi salah satu politisi yang namanya akhir-akhir ini muncul di berbagai berita media massa, media online dan media sosial. Gubernur provinsi dengan jumlah penduduk mencapai 50-an juta jiwa ini menjadi topik perbincangan di mana-mana. Dari hotel mewah hingga warung kopi di pinggir jalan. Bahkan di pasar dan sawah. Terutama perihal kebijakannya yang dinilai sat set, kontroversi dan tak normal. Bahkan ia dinilai terlalu bombastis dan macam-macam label.
KDM memang unik dan selalu punya magnet juga daya tarik. Masyarakat atau netizen umumnya terbelah antar mereka yang menyukai atau tidak mengakuinya, di samping yang pro atau yang kontra dengan kebijakan KDM, bahkan KDM sebagai pribadi. Apapun posisi mereka, tak sedikit yang aktif membagi link, foto dan apapun yang berkaitan dengan KDM secara suka rela. Mereka, terutama yang kontra dengannya justru seperti relawan yang secara tulus dan gratis mengenalkan KDM di mana-mana.
Di beberapa group Facebook, WhatsApp dan akun tiktok, IG serta akun lainnya tak sedikit yang awalnya enggan bahkan melarang anggota grup atau netizen untuk membincang KDM, akhirnya gatal dan aktif membincang KDM. Tak sedikit yang mengharamkan jarinya untuk menulis nama KDM dan sepak terjangnya, justru semakin tergerak jarinya untuk menulis nama KDM dan mengulas sepak terjang KDM. Mereka justru lebih aktif dari relawan dan tim media KDM. Apakah mereka akhirnya jatuh cinta pada KDM? Bisa jadi demikian. Cinta tapi masih malu-malu.
Mereka yang penasaran pun begitu tulus mencari kabar media untuk mendapatkan informasi tentang KDM. Bukan sekadar tentang kebijakannya yang dinilai kontroversi, tapi juga tentang perjalanan hidup dan rekam jejaknya di jalur politik. Bahkan tak sedikit yang begitu aktif mencari informasi mengenai perjalanan rumah tangga dan pengalaman organisasi sosok KDM. Mereka tak hirau lagi dengan apa yang mereka ucapkan sebelumnya, mereka semakin aktif mencari informasi tentang KDM.
Suka atau tidak suka, pro atau kontra dan apapun itu merupakan hak setiap pribadi dan kelompok masyarakat Jawa Barat, atau juga di luar Jawa Barat. Bahkan bila ada yang menganggap KDM sudah murtad pun silahkan saja. Setiap orang memiliki hak dan alasannya masing-masing. Itu terserah saja, semaunya. KDM, seperti yang sering disampaikan di beberapa forum, ia menerima semuanya sebagai hal yang wajar dan dampak kehadiran media sosial yang bisa diakses dan dimanfaatkan oleh siapapun. “Itu hak orang, biarkan saja,” responnya suatu ketika.
KDM sendiri hanyalah politisi biasa yang lahir dari kampung di Subang, Jawa Barat pada 11 April 1971 silam. Ia terlahir dari keluarga berlatar ekonomi lemah. Bahkan pada beberapa kesempatan, kala ia masih kecil, keluarganya hanya makan dengan lauk bawang yang dicampur dengan garam. Kondisi ekonomi yang sangat berkekurangan membuatnya termotivasi untuk berdagang dan aktif membantu kedua orangtua juga kakak-kakaknya. Selain berdagang, ia juga pernah menjadi tukang ojek.
Si bungsu kelak termasuk salah satu dari 9 bersaudara yang menempuh pendidikan tinggi di sebuah kampus swasta di Purwakarta. Di kabupaten ini jugalah kelak ia berorganisasi dan meniti karier politik. Selain aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), ia juga aktif di beberapa organisasi sosial dan buruh. Di politik, ia pernah aktif di Partai Golkar. Melalui Golkar ia terpilih menjadi anggota DPRD, wakil bupati dan bupati Purwakarta. Setelah itu, bergabung dengan Partai Gerindra dan menjadi anggota DPR.
Setelah itu, ia maju di Pilkada Jawa Barat 2024 setelah sebelumnya pada tahun 2018 ia gagal terpilih sebagai wakil gubernur. Pengalaman gagal pada 2018 membuatnya berpikir dan bergerak lebih hati-hati. Tanpa strategi yang muluk-muluk, ia pun mulai melakukan berbagai kegiatan yang menarik bagi masyarakat luas di Jawa Barat. Ia bertemu pedagang di pasar, petani di sawah, buruh di perusahaan, orang sakit di puskesmas juga rumah sakit hingga mahasiswa di kampus dan santri di berbagai pondok pesantren.
Ia pun terpilih dan benar-benar dilantik sebagai gubernur Jawa Barat periode 2025-2030 pada 20 Februari 2025 lalu di Jakarta oleh Presiden Prabowo Subianto. Kepemimpinannya yang sat set membuatnya semakin dikenal di berbagai pelosok. Ia dikenal di mana-mana dan semakin terkenal di jagat maya hingga seluruh Indonesia. Sosok yang berstatus duda ini mengaku tak terlalu terlalu memikirkan ketenaran dirinya. Ia lebih fokus pada pelayanan masyarakat. “Jabatan ini berat, maka saya fokus melayani masyarakat saja,” ucapnya suatu ketika.
Pada sebuah kesempatan, saya pernah bertemu dengan ayah tiga anak ini. Kala itu, di forum terbuka dan dihadiri beberapa orang saja membincang tentang banyak hal. Dari yang hadir ada yang bertanya perihal jabatan dan berbagai hal yang membuatnya kini semakin viral dan menjadi tema perbincangan di berbagai forum dan momentum. Ia pun hanya berkomentar singkat, “Dedi Mulyadi itu berasal dari kampung. Jabatan hanyalah titipan Allah. Sebagai manusia saya punya kelemahan dan suatu saat pasti bertemu dengan ajal kematian”.
Suka dan tidak suka, pro dan kontra, atau apapun sikap kita tentang KDM, itu adalah hak kita masing-masing. Toh, sikap dan pilihan politik yang beragam adalah hal yang wajar berdasarkan standar dan perhitungan bahkan selera masing-masing. Perbedaan yang sadar kita pilih adalah kesempatan untuk menguji kedewasaan kita dalam berpolitik bahkan dalam menata negeri ini: Indonesia. Maka cintai atau bencilah KDM sewajarnya. Ala kulli hal, di balik nama besar yang dimilikinya saat ini, ia hanyalah manusia biasa seperti juga kita yang orang biasa bahkan mungkin bukan siapa-siapa. (*)