MAJALENGKA, fajarsatu – Proyek strategis Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) saat ini menggaungkan kawasan metropolitan baru yang dikenal dengan segitiga emas Rebana (Cirebon-Patimban Kabupaten Subang-Kertajati Kabupaten Majalengka).
Saat ini para investor dari luar negeri seperti Jepang, Taiwan, Timur Tengah tertarik untuk berinvestasi dalam mengembangkan 10 kota baru di wilayah tersebut.
Namun dalam menyambut mega proyek tersebut, Majalengka dinilai belum memiliki bargaining position dengan Pemprov Jabar dan konsep yang jelas, agar masyarakatnya tidak hanya sekadar menjadi penonton dalam pembangunan tersebut.
Persoalan tersebut terungkap dalam reses anggota DPRD Provinsi Jawa Barat H Pepep Saeful Hidayat di kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Majalengka, Senin (9/11/2020).
“Selama ini memang kita harus akui proses transformasi komunikasi, yang berakibat pada perubahan kultur dan struktur belum sepenuhnya sampai ke masyarakat. Hal ini menjadi persoalan baru yang harus diselesaikan oleh pemerintah daerah sebagai pelayan masyarakat,” kata Sekretaris Umum PPP Provinsi Jawa Barat ini.
Menurut dia, pembangunan juga jangan sampai terjadi ketimpangan antara wilayah selatan dan utara Majalengka. Jika itu terjadi akan menimbulkan kecemburuan sosial.
Pemkab Majalengka juga perlu memperhatikan wilayah selatan dengan memanfaatkan segala potensi yang dimilikinya, jangan hanya fokus untuk industri di Utara Majalengka.
Sedangkan dampak lain dari perkembangan wilayah utara Majalengka juga mengancam penyusutan lahan pertanian.
Jika dibiarkan dengan bebas, maka hal ini akan berpengaruh pada tingkat produksi hasil pertanian.
Dengan berkurangnya lahan garapan petani, akibatnya petani akan kehilangan mata pencaharian. Sementara peralihan profesi bagi para petani akan cukup sulit diterapkan jika dilakukan mendadak.
“Harus secepatnya disiapkan, meskipun sedikit terlambat,” ucapnya.
Sikap tanggap dari pemerintah kabupaten juga sangat diperlukan agar perkembangan suatu wilayah dapat beriringan dengan kelestarian lingkungan dan keberlangsungan aspek sosial yang selama ini telah menjadi kearifan lokal masyarakat Majalengka.
“Persoalan ini harus segera dijembatani agar pembangunan adil dan merata. Serta menghindari pertumbuhan ekonomi yang hanya dinikmati oleh segelintir orang, sedangkan masyarakat banyak tidak mampu mendapatkan manfaat dari pembangunan tersebut,” ucapnya.
Selain itu, lanjut dia, pembangunan terkonsentrasi saat ini terlihat hanya berkonsentrasi pada infrastruktur dan melupakan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Padahal ini penting agar masyarakat Majalengka memiliki daya saing untuk berkompetisi dalam menyongsong segala pembangunan yang ada.
“Pembangunan itu fisik penting, tapi jangan lupakan peningkatan SDM dengan cara menciptakan masyarakat yang unggul dan mampu bersaing sesuai dengan kebutuhan pangsa pasar. Atau singkatnya, mampu menduduki posisi strategis di suatu perusahaan, bukan sebatas pekerja kasar,” paparnya. (gan)