Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Plan Your Success” dan “Pemuda Negarawan”
PADA Selasa 12 September 2023 saya mendapat kesempatan untuk menjadi narasumber acara Pekan Mahasiswa yang diadakan oleh IAI Nurul Hakim di Lombok Barat, NTB. Pada acara yang dihadiri mahasiswa (terutama mahasiswa baru) IAI Nurul Hakim angkatan 2023 ini saya didaulat untuk menyampaikan materi dengan topik “Peluang dan Tantangan Penulis Era Chat GPT”. Dalam rangka penyesuaian peserta yang hadir, pada kesempatan ini saya tidak saja mengulas seputar aktivitas kepenulisan, tapi juga tantangan kekinian juga peranan kaum muda utamanya mahasiswa bagi kemajuan Indonesia kini dan ke depan. Tulisan ini menjadi pemantik forum tersebut.
**
Kita mesti mengakui dan menyadari bahwa Indonesia memiliki potensi dari berbagai sisinya, diantaranya, (1) nilai luhur bangsa yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. (2) sejarah dan peradaban bangsa yang sangat heroik dan unik. (3) geopolitik dan ekonomi yang strategis sehingga berdampak pada dinamika politik dan ekonomi global. (4) jumlah penduduk yang sangat besar, masuk lima besar dunia, dan terbanyak di ASEAN. (5) kualitas sumber daya manusia (SDM) yang kompetitif dan layak diperhitungkan. (6) kekayaan sumber daya alam (SDM) yang melimpah.
Potensi tersebut dapat menjadi modal besar dalam rangka memajukan DNA membuat Indonesia naik kelas di level dunia. Bagaimana pun, kaum muda adalah elemen penting bangsa. Tentu, elemen tua bangsa juga layak diperhitungkan. Bijaksananya kaum tua dan semangat kaum muda adalah dua kekuatan yang memungkinkan terjadinya perubahan ke arah kemajuan. Diakui bahwa realitasnya, bangsa kita masih dirundung berbagai masalah seperti pengangguran, kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, korupsi, kriminalitas, narkoba, ilegal logging, penyusup asing dan sebagainya.
Selain itu, bangsa kita juga masih dirundung berbagai penyakit atau virus berbahaya seperti masyarakat termasuk kaum muda terpapar sifat dan sikap serba instan, serba boleh, individualistik, malas belajar, malas bekerja, tidak percaya diri, anti agama, mudah marah, gampang diadu domba, acuh tak acuh, tidak peduli, anti sosial, terjebak hidup mewah, pesimis dan terombang ambing oleh budaya glamor serta serba pamer. Hal ini menjadi semakin fatal karena semakin sulitnya menemukan tokoh teladan kebaikan di berbagai levelnya. Sebagian ahli menyebutnya dengan krisis kepemimpinan.
Bahkan satu hal lain yang membahayakan lagi adalah tak sedikit penulis yang terpapar penyakit semacam itu. Hal itu terjadi di tengah jumlah penulis yang semakin sedikit, minim penghargaan, enggan berkarya, hanya bangga atau mencukupkan diri pada satu karya, terpapar virus: hoax, caci maki, fitnah, dan hina menghina. Sehingga standar literasi masyarakat pun semakin menurun dan tak menentu. Mereka yang berada pada posisi opini leader seperti tokoh masyarakat, akademisi, politisi, aktivis pemuda-mahasiswa, penggiat media dan penggiat sosial pun tak sedikit yang terpapar penyakit atau virus yang sama. Mereka terjebak pada agenda jangka pendek, bahkan pribadi dan kelompok, lalu menepikan pentingnya bangsa dan negara.
Pada realitas demikian, kemajuan teknologi pun menambah kerumitan dengan munculnya Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Chat Generative Pre-trained Transforme (Chat GPT) menjadi trend baru terutama di kalangan kaum muda. Chat GPT merupakan model bahasa alami yang dikembangkan oleh Open AI dan digunakan untuk melakukan percakapan dengan manusia. Chat GPT menangani berbagai tugas pemrosesan bahasa alami yang menjadi bagian dari ilmu komputer yang berfokus pada bagaimana mesin memahami, memproses dan mengolah bahasa yang digunakan oleh manusia.
Chat GPT tentu memiliki kelebihan tersendiri, misalnya, dapat digunakan sebagai media tutor virtual, dapat memahami dan menjawab pertanyaan, serta dapat digunakan sebagai alat pencarian informasi seperti google yang selama ini menjadi alat pencarian yang paling diminati oleh seluruh manusia penghuni bumi. Namun demikian, ia juga memiliki kelemahan, diantaranya, informasi yang disuguhkan tidak selalu akurat atau sering kali tidak tepat. Selain itu, berdampak pada terbentuknya generasi yang serba instan, dan ini yang fatal: tidak berpikir kritis. Sehingga tak mampu menyaring konten dan informasi yang pantas dan yang perlu. Bahkan terjebak pada konten dan informasi bohong alias hoax.
Perkembangan teknologi semacam itu menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa kita. Diakui bahwa kecepatan informasi dengan karakter khasnya: aktual, instan dan mendadak, justru menimbulkan ketidakpastian nilai di tengah masyarakat. Ketidakpastian informasi yang ditandai oleh minimnya akurasi dan ketepatan informasi, pun menambah kondisi ini menjadi masalah tersendiri bagi bangsa kita, termasuk kaum muda. Tak sedikit orang yang terjebak pada pandangan bebas nilai yang berujung pada sikap serba boleh dan kehilangan basis nilai.
Namun demikian, kemajuan teknologi di abad 21 ini juga dapat menjadi peluang yang produktif. Bagaimana pun mereka yang memiliki konten atau isi merupakan raja (counten is king). Mereka yang berbasis pada nilai-nilai luhur dan memiliki kapasitas moral masih berperan dan menentukan. Dengan demikian, kemajuan teknologi sejatinya dapat dikelola menjadi peluang. Kuncinya adalah komunikasi, kemampuan berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, inovatif dan memiliki karakter seperti berada dan kepribadian baik. Kunci itu mesti dimiliki bangsa kita, terutama mahasiswa.
Kaum muda khususnya mahasiswa unggul merupakan jawaban terbaik dalam menghadapi berbagai tantangan ke depan, termasuk perkembangan teknologi yang nyaris tak terprediksi. Ciri mahasiswa unggul adalah berkarakter mulia, pembelajar unggul, kreatif-inivatif, komunikatif, kolaboratif, mukti tasking, melek media, melek sosial, melek politik, berjejaring global, memiliki ide-gagasan dan berkarya. Mahasiswa mesti mematangkan dirinya sejak dini dengan berbagai aktivitas seperti berorganisasi, menguasai studi akademik dan memiliki kepedulian yang tinggi pada kehidupan masyarakat serta kondisi bangsa dan negara.
Seiring sejalan, penulis pun memiliki peranan penting dalam menghadapi berbagai tantangan bangsa kini dan ke depan. Penulis, seperti juga mahasiswa, mesti menjadi perawat terbaik Indonesia. Penulis mesti menjadi produser ide atau gagasan, penjaga moral, perekat keragaman, pelaku perubahan, dinamisator masyarakat, pemersatu bangsa dan pelanjut kepemimpinan bahkan menjadi juru bicara Indonesia di tengah dinamika global. Aksi praktisnya bisa menyedikan peran sebagai writer, ghost writer, edukatif, kolaborator, blogger, youtuber, floger, influencer, entrepreneur dan leader.
Menjadi penulis bukan satu-satunya pilihan, hanya saja mengambil peran di aspek kepenulisan atau produser ide atau gagasan dan narasi di era Chat GPT ini adalah sebuah keniscayaan. Bahkan ini merupakan panggilan suci yang mesti mendapatkan respon yang cepat dan produktif dari kaum muda utamanya mahasiswa. Menulis bukanlah pekerjaan mereka yang berprofesi penulis. Menulis adalah aktivitas yang dapat ditunaikan oleh siapapun dan apapun profesi dan latar sosialnya. Menulis dapat dilakukan oleh siapapun yang peduli dengan diri, masyarakat dan bangsa juga negaranya. Imam al-Ghazali mengatakan, “Kalau kamu bukan anak raja atau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis!”
Ikhtiar kita untuk mengambil peran dari sisi literasi merupakan keberlanjutan dari peranan penting para tokoh bangsa juga generasi pendahulu umat dan bangsa ini. Bung Karno, Bung Hatta, Pak Natsir, Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Wahid Hasyim, Kiai Ahmad Sanusi, Kiai Abdul Hakim, Kiai Ahmad Dahlan, Ustadz Ahmad Hasan, Haji Agus Salim, HOS Cokroaminoto dan para tokoh lainnya adalah penulis sekaligus orator ulung. Pak Natsir menulis 50-an judul buku dan ribuan artikel beragam tema dalam beragam bahasa seperti Arab, Inggris, Belanda dan sebagainya. Begitu juga tokoh umat dan bangsa lainnya, semuanya punya warisan literasi.
Kaum muda Indonesia, terutama mahasiswa perlu merenungi ungkapan Pak Mohammad Natsir, selaku Perdana Menteri ere Bung Karno ini. “Jangan berhenti tangan mendayung, nanti arus membawa hanyut!”, ungkap sosok Menteri Penerangan era Bung Karno, negarawan dan pahlawan nasional ini. Mengamini ungkapan tersebut, Gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2022 Anies Rasyid Baswedan mengungkapkan, “Merawat Indonesia adalah tanggungjawab kita semua. Peranan itu sangat ditentukan oleh kualitas kepemimpinan. Kepemimpinan ditentukan oleh ide, narasi dan karya. Hal itu sangat identik dengan para pemuda.” Jadi, pilihnya tegas, “Publish or Perish!”, menulis (terbitkan) atau mati (tewas)! Ya, if we will it, its dream! (*)
*Ruang Tunggu Keberangkatan A4 Bandara Soekarno Hatta, Senin 11 September 2023 pukul 13.00-13.40 WIB