Rabu, 14 Mei 2025
  • Login
fajarsatu.com
  • Home
  • Ciayumajakuning
    • Cirebon
    • Kuningan
    • Indramayu
    • Majalengka
  • Jabar
  • Nasional
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Sastra & Budaya
  • Opini
  • Wisata
  • Teknologi
  • DPRD Kota Cirebon
No Result
View All Result
  • Home
  • Ciayumajakuning
    • Cirebon
    • Kuningan
    • Indramayu
    • Majalengka
  • Jabar
  • Nasional
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Sastra & Budaya
  • Opini
  • Wisata
  • Teknologi
  • DPRD Kota Cirebon
No Result
View All Result
fajarsatu.com
No Result
View All Result

Aksi Turun Tangan: KDM, Barak TNI dan Kita

Admin
14/05/2025 12:16
in Opini
0
Aksi Turun Tangan: KDM, Barak TNI dan Kita
Share on FacebookShare on Twitter

Work online and earn real money

Beberapa waktu terakhir jagat maya dihebohkan oleh kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atau Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang memutuskan untuk melakukan pembinaan siswa-siswi (pelajar) yang dianggap “nakal” ke barak TNI. Cap nakal sebetulnya untuk menyingkat permasalahan anak yang jenisnya beragam. Misalnya, malas masuk sekolah, suka nongkrong di tempat umum dengan tetap mengenakan seragam sekolah, terlibat aksi kekerasan, terjebak narkoba, mabuk-mabukan dan masih banyak lagi.

Per 13 Mei 2025, terhitung hingga saat ini sudah ada sekitar 270-an pelajar yang sudah diikutkan ke berbagai barak TNI di berbagai kota dan kabupaten di Jawa Barat. Data lengkapnya bisa diperoleh di media massa dan media online. Kita bisa mengaksesnya secara gratis dan dari hari ke hari angkanya bisa berubah seiring bertambahnya pelajar yang dibina di barak. Sontak apa yang diinisiasi oleh KDM (bekerjasama dengan TNI) itu mendapat tanggapan beragam. Pro dan kontra muncul di mana-mana. Bahkan warga non Jawa Barat pun ikut berkomentar.

Berkaitan dengan hal ini, saya mencoba untuk melihat dari sisi yang lain. Saya berpengalaman sekolah di lembaga pendidikan Katolik selama 6 tahun, pondok pesantren selama 6 tahun dan kuliah kampus keagamaan (negeri dan swasta) selama 12 tahun. Pengalaman di lembaga pendidikan yang beragam semacam itu menjadi modal berharga bagi saya untuk mengajar. Saya berpengalaman mengajar di SMP dan pesantren (SMPIT, MTs dan MA) selama belasan tahun dan berhenti pada tahun 2021 lalu.

Pada lembaga pendidikan tempat saya mengajar (dan bisa jadi di luar itu juga sama), umumnya karakter, minat, bakat, selera, dan latar belakang anak-anak beragam. Pola belajar dan lingkungan sehari-hari dimana mereka hidup juga tak selalu sama. Tapi saat di kelas mereka menjadi komunitas yang sama, minimal sama-sama di kelas atau asrama yang sama. Mereka juga kerap bertingkah unik dan kreatif. Tapi ada juga yang bertingkah justru membuat para guru atau ustadz jadi kesal. Bahkan sudah sampai pada level “angkat tangan”. Lalu, bagaimana bila orangtuanya ikut “angkat tangan”?

Masalahnya memang kompleks. Ada sebagian anak yang saat di kelas sangat nyaman dan belajar seperti seharusnya. Tapi saat di luar kelas, mereka seperti kambing keluar dari kandang. Suka ribut, suka ramai dan sangat usil. Ada juga yang di rumahnya pendiam, alim dan baik, tapi di sekolah ributnya minta ampun, suka jahil dan jadi biang masalah. Ada juga yang di rumah dan sekolah menjadi sosok yang asyik, tapi saat di luar sana terlibat aksi kekerasan. Bahkan ada yang ikut menjadi gerombolan yang aktif melakukan tindakan kekerasan di jalanan.

Bacajuga

Ajang Jaka Rara 2025 Berpotensi Tingkatkan Ekonomi Kreatif dan Kepariwisataan Kota Cirebon

Komisi II DPRD Desak Agar Terduga Pelaku Dikeluarkan dari Perumda Air Minum

Komisi III Tinjau Pelaksanaan KRIS di RSD Gunung Jati, Soroti Ketimpangan Tagihan BPJS

Berdasarkan pengalaman saat masih mengajar di lembaga pendidikan, bila anak-anak nakal dengan pengertian seperti yang disampaikan di awal, maka ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, membangun komunikasi yang baik. Kalau ada yang berulah atau dicap nakal, saya biasa berkomunikasi langsung dan bertanya tentang kesukaan dan seleranya. Tidak langsung mengurus tingkah laku dan perbuatannya. Ternyata mereka mau dan lebih suka diajak bicara. Sehingga mereka lebih terbuka dan mau bicara apa adanya. Sesekali ajak mereka bermain futsal, renang dan sebagainya. Kuncinya: didekati, bukan dijauhi. Karena cap nakal itu memang tak selalu enak untuk didengar. Walaupun sebagian anak jadi riang dan menikmatinya!

Kedua, menjadi mitra terbaik mereka. Dalam proses belajar termasuk di lingkungan asrama, anak bukan saja membutuhkan guru yang aktif mengajar tapi juga jadi mitra belajar. Mereka butuh teman bicara tentang banyak hal. Bukan saja masalah pelajaran atau mungkin kitab kuning tapi juga urusan keluarga di rumah. Misalnya, ada anak yang orangtuanya bercerai, ada juga yang setiap hari cakar-cakaran, dan ada juga yang sudah meninggal. Masalah di rumah yang sudah kompleks itu menjadi tema obrolan saat mereka di sekolah dan asrama. Mereka butuh teman bicara. Di situlah pentingnya guru jadi mitra. Jadilah pendengar yang baik untuk mereka!

Ketiga, menjadi teladan yang baik. Umumnya, anak-anak itu butuh teladan yang baik. Guru dan orangtuanya sama-sama memiliki tanggungjawab yang sama. Jangan sampai saat di sekolah guru mengajarkan anak agar tidak merokok, tapi di rumah justru orangtuanya bukan saja membiarkan tapi juga memperlihatkan pada anaknya bagaimana cara merokok yang ahli. Atau ada juga yang di rumah menjaga shalat lima waktu, tapi saat di sekolah gurunya malas shalat. Nah di sekolah dan rumah anak butuh teladan, bukan teori tapi praktik atau tindakan nyata. Lagi-lagi, anak-anak butuh teladan!

Secara sepintas, dari pengalaman di atas, anak-anak itu butuh selingan, apresiasi dan penguatan. Bahkan juga membutuhkan teman bicara yang peduli dan perhatian. Di samping teladan yang baik. Karena itu para guru juga perlu membaca situasi di luar materi ajar. Sehingga anak merasa diperhatikan, dimiliki dan dicintai. Dan orangtua juga perlu berbenah diri. Jadi teladan yang baik bagi anak, bukan saja dalam hal ibadah tapi juga perilaku. Jangan sampai anaknya lebih suka artis korea daripada orangtuanya. Jangan sampai anaknya lebih bangga menyimpan foto artis dangdut daripada foto bersama orangtuanya!

Hal yang problematik adalah umumnya orangtua merasa dan memahami bahwa mendidik itu hanya kerjaan guru. Ini kesalahan paling fatal dan sangat berbahaya. Apalagi orangtua yang membayar pendidikan anaknya dengan biaya besar, biasanya merasa selesai pekerjaannya karena sudah membayar ini itu di lembaga pendidikan formal. Di sinilah diperlukan adanya penyadaran dini pada orangtua bahwa orangtua adalah pendidik utama dan pertama anak. Sementara guru lembaga pendidikan formal hanya menjalankan peran “membantu”. Mungkin perlu materi parenting “gratisan” bagi para calon ibu dan bapak. Khutbah nikah juga diarahkan ke sana, bukan malah jadi lapak bercanda. (*)

Related Post

Opini

Formasi,  Kegelisahan dan Harapan Pejabat Fungsional

Admin
14/05/2025 11:06
Motivasi Kejam untuk Kehidupan yang Lebih Kejam
Opini

Motivasi Kejam untuk Kehidupan yang Lebih Kejam

Admin
12/05/2025 08:55
Buku KAMMI Bisa Beribu-ribu Judul
Opini

Buku KAMMI Bisa Beribu-ribu Judul

Admin
02/05/2025 15:37
Pendidikan untuk Kemajuan Bangsa
Opini

Pendidikan untuk Kemajuan Bangsa

Admin
02/05/2025 09:03
Modal Penting Menggapai Kesuksesan
Opini

Buku, Pena dan Kita

Admin
01/05/2025 12:31
Pesan Kang Dedi Mulyadi Di Forum Kades – Lurah Se-Jawa Barat
Opini

Pesan Kang Dedi Mulyadi Di Forum Kades – Lurah Se-Jawa Barat

Admin
29/04/2025 15:20
Konsekwensi Ekspetasi Penilaian Kinerja ASN
Opini

Konsekwensi Ekspetasi Penilaian Kinerja ASN

Admin
29/04/2025 13:43
Opini

NGOPI BRO pada Kementerian Agama

Admin
28/04/2025 10:33

Populer

  • Motivasi Kejam untuk Kehidupan yang Lebih Kejam

    Motivasi Kejam untuk Kehidupan yang Lebih Kejam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Inilah Tiga Tugu Unik Bikin Kuningan Tambah Cantik

    14 shares
    Share 14 Tweet 0
  • Musrenbang RPJMD dan RKPD Pemkab Majalengka Digelar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Anggota DPR RI Kardaya Warnika Sosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan kepada Para Siswa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Inilah Daftar Nama 176 Kuwu Baru se-Kabupaten Cirebon

    205 shares
    Share 205 Tweet 0
  • About
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclaimer

© 2019 PT Karna Karya Abadi. All rights reserved. didukung Jasa Pembuatan Website

No Result
View All Result
  • Home
  • Ciayumajakuning
    • Cirebon
    • Kuningan
    • Indramayu
    • Majalengka
  • Jabar
  • Nasional
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Sastra & Budaya
  • Opini
  • Wisata
  • Teknologi
  • DPRD Kota Cirebon

© 2019 PT Karna Karya Abadi. All rights reserved. didukung Jasa Pembuatan Website

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

error: Content is protected !!