Pertanyaan:
Saya Andi, usia 21 tahun. Saya di PHK oleh perusahaan karena dampak virus COVID-19. Alasannya, perusahaan tidak bisa menggaji pekerja/buruh disertai adanya pengurangan pekerja/buruh.
Perusahaan saya tidak bisa mengekspor barangnya ke luar negeri. Status saya masih Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dengan sisa dua bulan masa perjanjian kerja. Ini merupakan kontrak kedua, karena saya bekerja sejak tahun 2018.
Yang saya mau tanyakan, berapa hitungan kisaran gaji atau pesangon yang seharusnya saya terima menurut undang-undang? Kantor hanya membayar kompensasi satu bulan gaji. Terima kasih.
Intisari Jawaban:
Sebenarnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) harus dicegah dengan segala upaya. Dalam menghadapi dampak negatif Covid-19 pun, pengusaha diminta untuk tidak melakukan PHK.
Terdapat beberapa langkah alternatif agar pekerja/buruh tidak di-PHK dan kegiatan usaha tetap dapat berjalan. Namun jika tidak terhindarkan, maka PHK harus dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam konteks pertanyaan Anda, hak pekerja/buruh yang di-PHK tersebut (dengan sistem kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT) hanyalah ganti rugi sebesar upah sampai batas waktu berakhirnya masa PKWT.
Sedangkan, pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) berhak atas uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. Untuk menghindari PHK, Kementerian Ketenagakerjaan sudah menerbitkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tahun 2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 (“SE Menaker M/3/HK.04/III/2020”).
Melaksanakan Perlindungan Pengupahan bagi Pekerja/Buruh terkait Pandemi COVID-19. Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) COVID-19 berdasarkan keterangan dokter sehingga tidak dapat masuk kerja paling lama 14 hari atau sesuai standar Kementerian Kesehatan, maka upahnya dibayarkan secara penuh. Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan kasus suspek COVID-19 dan dikarantina/diisolasi menurut keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan secara penuh selama menjalani masa karantina/isolasi. Bagi pekerja/buruh yang tidak masuk kerja karena sakit COVID-19 dan dibuktikan dengan keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan sesuai peraturan perundang-undangan.
Bagi perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan COVID-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh, karena perusahaan terdampak virus corona?
Diterangkan bahwa jika pengusaha tidak mampu membayar upah sesuai upah minimum sebagai imbas Covid-19, pengusaha pun dapat melakukan penangguhan pembayaran upah (jika pengusaha tidak mampu membayar upah sesuai upah minimum), dengan terlebih dahulu melakukan perundingan dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh terkait penangguhan tersebut.
Penangguhan pembayaran upah minimum oleh pengusaha kepada pekerja/buruh tidak serta-merta menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar selisih upah minimum selama masa penangguhan.
Maka PHK memang tidak dianjurkan dilakukan. Namun dalam konteks pertanyaan Anda yaitu pekerja dengan sistem PKWT, apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam PKWT atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) UU 13/2003, maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Berdasarkan uraian di atas, seorang pekerja/buruh PKWT berhak mendapatkan ganti kerugian ketika terjadi PHK secara sepihak di tengah masa kontraknya. JIka sisa masa PKWT-nya adalah dua bulan. Sehingga, jika terjadi PHK, Anda hanya berhak atas ganti kerugian sejumlah dua bulan upah yang seharusnya Anda terima di sisa masa kontrak tersebut dan tidak berhak atas pesangon. Pesangon bagi Pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”)
Sedangkan untuk pekerja dengan PKWTT, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan/atau Uang Penghargaan Masa Kerja (“UPMK”) dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.